Pages

Sunday, November 10, 2013

271013 : Kisah Pertemuan Nabi Musa as dan Nabi Khidr as (by. Ust. Slamet Ibnu Syam)



Lanjut sharing Kajian Dhuha kedua dalam rangkaian Kajian Bulanan Istiqlal, lama ya jedanya mwuehuehue. Khan sudah saya utarakan pada posting sebelumnya bahwa saya agak super nervous untuk menyampaikan ulang kajian dari para Ustadz. Mohon lapangkan maklumnya ya ..*(^-^)*

Kajian Dhuha II ini adalah Kajian Tafsir yang disampaikan oleh Ustadz Slamet Ibnu Syam yang mengulas tentang kisah Pertemuan Nabi Musa as dan Nabi Khidr as. Mungkin sudah banyak yang mengerti tentang kisah ini, tapi mungkin juga tidak sedikit yang belum tahu dan paham. Apalagi sampai mengupas per ayat.
Banyak yang senang mendengarkan saja, tapi malas membuka Al-Quran, mungkin saya dulu juga termasuk orang yang seperti itu, tapi semoga Allah berkenan melapangkan kesempatan dan menuntun kita semua untuk berhijrah kepada kebaikan.


===***  بسم الله الرحمن الرحيم  ***===

Dikisahkan dalam Shahih Bukhari, Suatu ketika, saat Nabi Musa as berseru di hadapan kaumnya, tiba-tiba ada orang bertanya, "Adakah orang yang lebih berilmu darimu?". Nabi Musa as menjawab, "Tidak ada".
Rupanya jawaban Nabi Musa ini mendatangkan teguran dari Allah SWT dan penegasan bahwa ada orang yang lebih berilmu darinya. Kemudian Allah SWT memberi petunjuk keberadaan orang tersebut yang akhirnya diketahui sebagai Nabi Khidr as, bahwa beliau akan menemukannya di antara pertemuan dua laut dan ketika mereka terlupa akan ikan yang mereka bawa sehingga ia kembali ke laut. 
Kisah perjalanan Nabi Musa as untuk bertemu dengan Nabi Khidr as dijelaskan dalam QS. Al Kahfi : 60-82 sila dibuka sekalian Al-Qurannya ya c(^,^c).

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut, atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun". (60)
Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. (61)

Maka dimulailah perjalanan itu, beliau berangkat dengan didampingi oleh murid yang sekaligus menjadi sahabatnya, Yusha' bin Nuun atau Nabi Yusha' as, yang kala itu masih muda dan kemungkinan belum diperintahkan untuk menjalankan tugas kenabiannya.
Dengan berbekal seekor ikan, mereka berjalan terus menerus sepanjang waktu tanpa beristirahat. Hingga akhirnya sampailah mereka di pertemuan dua laut (Majma Al-Bahrayn), tapi orang yang dicari tak kunjung ditemukan. Karena kelelahan yang amat sangat, maka mereka beristirahat sebentar di sebuah batu besar dan kemudian melanjutkan perjalanan.

Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, "Bawalah kemari makanan kita, sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini". (62)

Dia (pembantunya) menjawab, "Tahukan engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali". (63)
Dia (Musa) berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari", lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (64)


Saking lelah dan laparnya, setelah melewati tempat tersebut Nabi Musa as meminta kepada Yusha' bin Nun untuk membawa bekal yang telah mereka persiapkan sejak keberangkatan. Tapi seketika Yusha' bin Nun teringat pada kejadian tentang kembalinya ikan bekal mereka (atas izin Allah) ke laut tapi setan telah membuatnya lupa untuk mengingatnya. Nabi Musa as pun tersadar bahwa di situlah seharusnya mereka menemukan Nabi Khidr as, sehingga kemudian keduanya kembali meniti jalan yang sama untuk kembali ke pertemuan dua laut.


Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami (65)
Musa berkata kepadanya, "Bolehkah mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?" (66)
Dia menjawab, "Sungguh engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku, (67)

Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup akan hal itu" (68)
Dia (Musa) berkata, "Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun" (69)
Dia berkata, "Jika engkau mengikutiku,maka  janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu" (70)


Sesampainya di sana, akhirnya mereka menemukan Nabi Khidr as. Dan Nabi Musa as meminta izin untuk bisa mengikuti beliau agar mendapatkan pengajaran ilmu yang benar yang telah diajarkan Allah SWT kepada Nabi Khidr as. Menurut mufasir, berdasarkan hadist, yang dimaksud rahmat disini ialah wahyu dan kenabian. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang gaib. Nabi Khidr as berkata bahwa Nabi Musa as tidak akan bisa bersabar bersamanya karena beliau belum mempunyai pengetahuan yang cukup. Dan Nabi Musa as menjawab bahwa atas izin Allah, Insya Allah, ia akan membuktikan bahwa ia adalah orang yang sabar dan berjanji tidak akan menentang Nabi Khidr as dalam urusan apapun. Maka, Nabi Khidr as memperbolehkan Nabi Musa as untuk mengikutinya dengan syarat bahwa tidak diperbolehkan menanyakan apapun sampai Nabi Khidr as sendiri yang akan menjelaskan. Dan Ujian kesabaran untuk tidak bertanya ini dimulai.



Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar" (71)
Dia berkata, "Bukankah sudah kukatakan, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?". (72)

Dia (Musa) berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku." (73)


Protes pertama diluncurkan ketika Nabi Musa as mendapati Nabi Khidr as melubangi perahu yang mereka tumpangi, sedangkan perahu itu berpenumpang dan terlebih lagi milik seorang yang miskin. Nabi Khidr as mengingatkannya pada syarat yang telah diajukan saat beliau meminta untuk belajar kepadanya, maka beliau meminta maaf.


Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar." (74)
Dia berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku." (75)
Dia (Musa) berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku." (76)


Dengan serta merta protes kedua pun menyusul diluncurkan ketika tiba-tiba Nabi Khidr as membunuh seorang anak muda yang mereka jumpai. Mengapa dibunuh walhal dia tidak membunuh orang lain?
Sekali lagi Nabi Khidr as mengingatkan Nabi Musa as tentang kesepakatan mereka, tetapi kali ini dengan nada yang lebih tegas sehingga Nabi Musa as tersadar dan berkata jika nanti beliau menanyakan lagi tentang sesuatu hal yang ditemui seperti ini, maka Nabi Khidr as berhak untuk melarangnya ikut bersamanya lagi.



Maka keduanya berjalan, hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, "Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu." (77)
Dia berkata, "Inilah perpisahan antara aku dengan engkau, aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.(78)

Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut, aku bermaksud merusaknya karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu. (79)

Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. (80)

Kemudian, kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak lain) yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya). (81)

Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh. Maka, Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya." (82)

Pertanyaan pamungkas yang menjadi penanda perpisahan antara Nabi Musa as dan Nabi Khidr as terjadi ketika mereka tiba di suatu negeri dan minta untuk dijamu, tapi sama sekali tidak ada yang menggubris. Tetapi ketika di negeri yang sama beliau menemukan sebuah rumah yang dindingnya sudah hampir roboh, Nabi Khidr as malah memperbaikinya.
Perpisahan bukan sekedar perpisahan, Nabi Khidr as berkenan menjelaskan tentang perkara-perkara yang menjadikan Nabi Musa as tidak sabar untuk mengetahui alasannya. 
Dari kejadian pertama dijelaskan bahwa perahu yang mereka tumpangi adalah milik pelaut miskin, yang pada perjalanan berikutnya akan dihadang oleh seorang raja yang akan merampas setiap perahu yang melewati wilayahnya. Tapi jika diketahui perahu tersebut rusak, maka mereka semua akan selamat sampai tujuan dan nelayan miskin tersebut tidak akan kehilangan perahunya. SubhanAllah...

Pada kejadian kedua, pemuda yang mereka temui adalah anak yang kafir dari sebuah keluarga yang orang tuanya mukmin yang nantinya dikhawatirkan akan menyeret kedua orang tuanya pada kesesatan dan kekafiran. SubhanAllah...

Pada kejadian ketiga atau yang terakhir, rumah yang dindingnya siap roboh itu adalah milik dua anak yatim yang mempunyai seorang ayah yang saleh. Di bawah dinding itu tersimpan harta bagi kebutuhan hidup mereka berdua. Bukan kehendak Nabi Khidr as sendiri untuk melakukan itu semua, tapi atas kehendak Allah SWT.
Ayat ini juga mengingatkan saya pada kata-kata salah satu guru mengaji saya dulu di sebuah kajian khusus ibu-ibu (kala itu saya masih kecil, baru jadi mualaf dan belum mengerti benar maksud kajian ini itu), "Jika ingin anak keturunan ini dijamin kesejahteraannya, jadilah orang saleh, bukan ribet ikut asuransi ini itu. Asuransi dunia itu milik manusia, suatu saat ada pasang surutnya. Minta dijaga sama yang Maha Kaya, turuti semua yang diperintah, jangan malas. Berharap itu hanya sama Allah, bukan sama manusia. Kalau sama manusia, siap-siap mlongo, coba aja."

SubhanAllah, Maha Suci Allah atas segala kasih sayang dan penjagaanNya terhadap umatNya. Betapa dari ketiga ayat terakhir tersebut Allah benar-benar memperhatikan kita selama kita selalu mengingatNya dan memohon hanya padaNya, karena tiada daya dan upaya selain atas izin Allah.

Sekian sedikit sharing dari kajian yang saya dapat. Mohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan. Semoga berbuah manfaat dan bisa membawa kita untuk bisa menjadi umatNya yang selalu bersyukur.
READ MORE >>>

Sunday, November 3, 2013

271013 : Niat dalam Setiap Perbuatan (by. KH. A. Kosasih, M.Ag)



Sebenarnya saya agak memaksakan diri untuk berani merangkum content dari kajian-kajian yang saya ikuti. Tujuan saya hanya ingin berbagi sedikit ilmu yang saya dapat kepada sesama saudara muslim yang sama seperti saya. Ingin mengikuti kajian tapi karena beberapa alasan akhirnya belum menemukan tempat yang tepat. Sedangkan jiwa ini sudah haus dan rindu ingin mendekat pada Allah.
Jadi daripada membuang waktu, yuk awali sama-sama, saya akan berbagi semua yang saya dapat walaupun masih sedikit.
Jika ada kesalahan, ketidak tepatan, sila tegur saya, untuk bisa saya tanyakan dan koreksi kembali untuk perbaikan. Selama masih ada di dunia ini, yuk kita sama-sama belajar untuk memperbaiki diri sehingga pantas untuk berharap surga Allah.

===*** بسم الله الرحمن الرحيم ***===

Kajian Bulanan Istiqlal kali ini diawali dengan Kajian Dhuha bersama KH. Ahmad Kosasih, M.Ag dengan mengambil tema tentang Niat dalam Setiap Perbuatan. 
Topik yang pas sekali dengan kejadian hari itu, karena jamaah kajian kali ini pasti agak kesulitan menuju masjid karena pemblockiran jalan untuk event marathon (seperti pada posting saya sebelumnya).

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar Ibnul Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka'b bin Luai bin Ghalib Al-Qurasyi Al-Adawi r.a, ia berkata:
"Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda "Semua amal perbuatan itu disertai dengan niat-niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu pun kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehnya, atau untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnya itu pun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu"

Asbabul Wurud atau asal mula dikeluarkannya hadist ini, Imam Ath-Thabrani menuturkan riwayat dari sanad para perawi yang terpercaya, dari Ibnu Mas'ud, dia berkata, "Dahulu ada di antara kami seorang lelaki yang melamar seorang wanita bernama Ummul Qais. Namun, wanita itu menolak menikah dengannya sebelum ia melakukan hijrah. Kemudian laki-laki itu berhijrah dan ia pun bisa menikahinya. Maka, kami pun menyebutnya sebagai Muhajir Ummil Qais (orang yang berhijrah karena Ummu Qais).

Para ulama sepakat bahwa niat itu menjadi suatu keharusan dalam sebuah amal, agar mendapat pahala ketika amal tersebut dikerjakan.

Dikaitkan dengan kisah hijrah Rasulullah dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah. Bagi orang yang hijrahnya karena Allah dan Rasulullah, maka dia akan memperoleh pahala dari hijrahnya, keridhoan Allah, pahala dari Allah, dan dapat membela Nabi dan menyebarkan Islam di Madinah.
Sebaliknya, bagi orang yang hijrahnya karena duniawi, ingin berniaga atau mencari keuntungan-keuntungan lain yang ia ingin peroleh, atau juga hijrahnya untuk menikahi seorang wanita, maka yang dia peroleh hanyalah dunia atau menikahi wanita itu (Kisah Ummul Qais). Karena sesungguhnya semua yang didapatkan adalah sesuai dengan niatnya.

Diibaratkan oleh KH. Ahmad Kosasih saat itu, padi adalah akhirat dan rumput adalah dunia. Jika seseorang menanam padi, pasti rumput ikut tumbuh juga. Tapi jika hanya menanam rumput, mustahil padi ikut tumbuh. Begitu pula dengan akhirat dan dunia, jika seseorang meniatkan segala aktivitasnya untuk akhirat, mencari keridhoan Allah, Insya Allah dunia akan mengikuti. Tetapi jika yang dikejar hanya dunia, mustahil dia akan mendapatkan akhirat.
Sama halnya dengan niat para jamaah pagi itu. Yang datang ke masjid dengan niat untuk beribadah walaupun ada halangan yang menyulitkan, tapi tidak menyurutkan semangat untuk hadir mengikuti kajian dan Insya Allah dimudahkan oleh-Nya. 

Dinyatakan bahwa setelah hijrah dari Mekkah ke Madinah itu tidak ada hijrah dalam artian berpindah tempat lagi yang dilakukan. Lalu bagaimanakah bentuk hijrah yang diwajibkan bagi umat Islam akhir zaman ini? Dijelaskan bahwa kewajiban hijrah hingga akhir zaman adalah berupa hijrah dari keburukan menuju kebaikan. Dari perbuatan tercela menjadi perbuatan terpuji semata-mata demi mendapat keridhoan Allah.

Dari sedikit penjabaran tentang hadist tersebut sehubungan dengan niat dalam perbuatan, saya jadi menyadari, betapa selama ini aktivitas saya hanya sekedar gugur kewajiban, tanpa ada nilai ibadah sama sekali. Makan hanya sekedar kebutuhan menghilangkan lapar, tanpa ada niat memenuhi kewajiban dan perintah Allah tentang makan. Mandi hanya sekedar mandi, minum, belajar, dan sebagainya hanya saya jalankan begitu saja.

Bersyukur sekali karena niatan saya untuk benar-benar menghijrahkan diri kepada Allah ternyata memang benar-benar mendapat tuntunan, runut sesuai urutannya. Dari bagaimana saya harus merubah sikap menjadi muslimah sejati, pengajaran untuk merubah penampilan lebih syar'i, berganti komunitas, menanamkan niat dalam tiap perbuatan yang saya lakoni, bagaimana bersikap lebih bijak saat ilmu yang didapat mulai sedikit bertambah, dan menundukkan hati setunduk-tunduknya bahwa kita (saya) bukanlah apa-apa di hadapan Allah SWT.

Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari posting saya kali ini. Kekurangan milik saya dan kesempurnaan hanya milik Allah.

READ MORE >>>