Sebenarnya saya agak memaksakan diri untuk berani merangkum content dari kajian-kajian yang saya ikuti. Tujuan saya hanya ingin berbagi sedikit ilmu yang saya dapat kepada sesama saudara muslim yang sama seperti saya. Ingin mengikuti kajian tapi karena beberapa alasan akhirnya belum menemukan tempat yang tepat. Sedangkan jiwa ini sudah haus dan rindu ingin mendekat pada Allah.
Jadi daripada membuang waktu, yuk awali sama-sama, saya akan berbagi semua yang saya dapat walaupun masih sedikit.
Jika ada kesalahan, ketidak tepatan, sila tegur saya, untuk bisa saya tanyakan dan koreksi kembali untuk perbaikan. Selama masih ada di dunia ini, yuk kita sama-sama belajar untuk memperbaiki diri sehingga pantas untuk berharap surga Allah.
===*** بسم الله الرحمن الرحيم ***===
Kajian Bulanan Istiqlal kali ini diawali dengan Kajian Dhuha bersama KH. Ahmad Kosasih, M.Ag dengan mengambil tema tentang Niat dalam Setiap Perbuatan.
Topik yang pas sekali dengan kejadian hari itu, karena jamaah kajian kali ini pasti agak kesulitan menuju masjid karena pemblockiran jalan untuk event marathon (seperti pada posting saya sebelumnya).
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar Ibnul Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka'b bin Luai bin Ghalib Al-Qurasyi Al-Adawi r.a, ia berkata:
"Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda "Semua amal perbuatan itu disertai dengan niat-niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu pun kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehnya, atau untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnya itu pun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu"
Asbabul Wurud atau asal mula dikeluarkannya hadist ini, Imam Ath-Thabrani menuturkan riwayat dari sanad para perawi yang terpercaya, dari Ibnu Mas'ud, dia berkata, "Dahulu ada di antara kami seorang lelaki yang melamar seorang wanita bernama Ummul Qais. Namun, wanita itu menolak menikah dengannya sebelum ia melakukan hijrah. Kemudian laki-laki itu berhijrah dan ia pun bisa menikahinya. Maka, kami pun menyebutnya sebagai Muhajir Ummil Qais (orang yang berhijrah karena Ummu Qais).
Para ulama sepakat bahwa niat itu menjadi suatu keharusan dalam sebuah amal, agar mendapat pahala ketika amal tersebut dikerjakan.
Dikaitkan dengan kisah hijrah Rasulullah dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah. Bagi orang yang hijrahnya karena Allah dan Rasulullah, maka dia akan memperoleh pahala dari hijrahnya, keridhoan Allah, pahala dari Allah, dan dapat membela Nabi dan menyebarkan Islam di Madinah.
Sebaliknya, bagi orang yang hijrahnya karena duniawi, ingin berniaga atau mencari keuntungan-keuntungan lain yang ia ingin peroleh, atau juga hijrahnya untuk menikahi seorang wanita, maka yang dia peroleh hanyalah dunia atau menikahi wanita itu (Kisah Ummul Qais). Karena sesungguhnya semua yang didapatkan adalah sesuai dengan niatnya.
Diibaratkan oleh KH. Ahmad Kosasih saat itu, padi adalah akhirat dan rumput adalah dunia. Jika seseorang menanam padi, pasti rumput ikut tumbuh juga. Tapi jika hanya menanam rumput, mustahil padi ikut tumbuh. Begitu pula dengan akhirat dan dunia, jika seseorang meniatkan segala aktivitasnya untuk akhirat, mencari keridhoan Allah, Insya Allah dunia akan mengikuti. Tetapi jika yang dikejar hanya dunia, mustahil dia akan mendapatkan akhirat.
Sama halnya dengan niat para jamaah pagi itu. Yang datang ke masjid dengan niat untuk beribadah walaupun ada halangan yang menyulitkan, tapi tidak menyurutkan semangat untuk hadir mengikuti kajian dan Insya Allah dimudahkan oleh-Nya.
Dinyatakan bahwa setelah hijrah dari Mekkah ke Madinah itu tidak ada hijrah dalam artian berpindah tempat lagi yang dilakukan. Lalu bagaimanakah bentuk hijrah yang diwajibkan bagi umat Islam akhir zaman ini? Dijelaskan bahwa kewajiban hijrah hingga akhir zaman adalah berupa hijrah dari keburukan menuju kebaikan. Dari perbuatan tercela menjadi perbuatan terpuji semata-mata demi mendapat keridhoan Allah.
Dari sedikit penjabaran tentang hadist tersebut sehubungan dengan niat dalam perbuatan, saya jadi menyadari, betapa selama ini aktivitas saya hanya sekedar gugur kewajiban, tanpa ada nilai ibadah sama sekali. Makan hanya sekedar kebutuhan menghilangkan lapar, tanpa ada niat memenuhi kewajiban dan perintah Allah tentang makan. Mandi hanya sekedar mandi, minum, belajar, dan sebagainya hanya saya jalankan begitu saja.
Bersyukur sekali karena niatan saya untuk benar-benar menghijrahkan diri kepada Allah ternyata memang benar-benar mendapat tuntunan, runut sesuai urutannya. Dari bagaimana saya harus merubah sikap menjadi muslimah sejati, pengajaran untuk merubah penampilan lebih syar'i, berganti komunitas, menanamkan niat dalam tiap perbuatan yang saya lakoni, bagaimana bersikap lebih bijak saat ilmu yang didapat mulai sedikit bertambah, dan menundukkan hati setunduk-tunduknya bahwa kita (saya) bukanlah apa-apa di hadapan Allah SWT.
Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari posting saya kali ini. Kekurangan milik saya dan kesempurnaan hanya milik Allah.
No comments:
Post a Comment