Pages

Saturday, April 26, 2014

How to Respect your Books



Tulisan ini sebenarnya sudah agak lama saya buat saat mengikuti step by step tantangan menulis dari Bunda Sofie Beatrix di buku #KitabWriterPreuner. Bahkan sempat juga saya sharing di #Twitter dengan tag #rawatbuku.
Sengaja saya tulis kembali disini agar tidak tenggelam di antara banyaknya kicauan sehingga masih bisa dibaca lagi kapanpun, tanpa harus repot stalking ke belakang.

Let's mari kita mulaiiiiii.....!!!

Hari gini ya, siapa sih yang tidak mengenal buku? Adakah yang belum kenal dengan buku?
Saya persilahkan salaman dulu sama ATLAS #ehh wuekekek.

Seperti yang semua orang ketahui saat ini, minat terhadap buku memang tinggi sekali. Toko buku hampir tidak pernah ada sepinya. Seringkali saya berbarengan dengan sesama bookaholic (*istilah saya sendiri, dilarang protes!*), menyerbu toko buku terutama yang terpampang billboard besar  
"DISC. UP TO 100%"
*woohoooooo I see heaven !!! ~(^.^ ~) ~(^.^)~ (~ ^.^)~.

Telaten sekali memilah dan memilih hampir semua item yang terpampang di rak-rak buku, seringkali mereka berhenti lama untuk satu buku, kemudian ditaruh lagi, tidak jadi dibeli, karena sudah selesai dibaca di tempat #weks
Betah berdiri dari toko baru buka sampai diusir penjaga karena toko sudah hampir tutup.
Kebiasaannya siapa hayooo, ngaku Cuuunnggg dooonnnggg !!!!
(*saya juga tersangka waktu SMA dulu wkwkwk*)

Tapi tidak sedikit juga yang langsung dimasukkan tas belanja hanya dengan membaca sinopsisnya saja. Ada yang hanya beli satu, tapi banyak pula yang sampai butuh trolley untuk mengusungnya sampai ke meja kasir .
(*termasuk saya ketika sudah gajian mwuehuehue*).
Ada yang memang benar-benar dibaca dan diserap manfaatnya, tapi banyak pula yang hanya ikut-ikutan ataupun lapar mata, sampai rumah tidak dibaca dan hanya ditumpuk begitu saja. (-,-")a

Nah, setelah dibaca ataupun setelah dibeli tanpa sempat terbaca, berapa banyak yang masih memikirkan nasib Si Pengantar Ilmu itu?
Hampir tak terpikirkan darimana kertas itu berasal dan butuh waktu berapa lama dari bibit hingga sampai menjadi kertas. Bagaimana kertas itu di mixing dengan kerja keras dan kecerdasan hingga akhirnya bisa menjadi sebuah buku yang layak baca?!
Bagi saya pribadi, buku itu punya jiwa.
Bagaimana ilmu yang dibaca mau menempel lama di pikiran jika habis manis bekasnya bernasib miris?! Rusak, diangkut ke tukang loak, digeletakkan begitu saja, bahkan tidak segan untuk melempar ke tempat sampah. Bukankah akan jauh lebih bermanfaat jika kita rawat untuk kemudian dihibahkan ke yang lebih membutuhkan?!
Jangan-jangan ada yang belum tahu cara merawat buku?! (o,O")a

Berangkat dari alasan tersebut, maka disini akan saya sharing kebiasaan saya dalam merawat buku-buku koleksi saya. Sila disimak dan semoga bermanfaat yeee....


Biasakan untuk langsung menyampul buku baru

Sampul bisa dari bahan apa saja yang penting rapi. Saya biasa menggunakan sampul mika dan saya press dengan heater supaya rapi, hasilnya mirip seperti di laminating. Jika sudah disampul, baru saya mau mulai menjelajah isinya.
 


Beri pembatas pada masing-masing buku
Terapkan satu buku satu pembatas. Hal ini berfungsi agar saat ingin membaca sebuah buku, kita tidak perlu repot-repot mencari pembatas sebagai penanda halaman terbaca.
Hindari untuk menandai halaman dengan lipatan walau hanya 1 cm disudut lembarnya.
Tidak harus repot-repot membeli karena saat ini penerbit biasa menyertakan pembatas yang senada dengan buku yang mereka terbitkan. Tapi jika memang tidak ada, saya biasa membuat sendiri dari kertas bekas dan masih bagus yang tebal bermotif dan potong sesuai motif. Bisa juga dari kartu atm yang sudah kadaluwarsa, kartu nama, voucher discount, atau apa saja yang sudah tidak terpakai, contohnya seperti gambar yang ikut nampang di samping kanan ini xixixi...

 
Jangan kasar saat membuka lembarannya

Saya suka nyesek banget kalau lihat orang yang membuka lembaran buku seolah punya dendam dengan kertas itu dan kesannya "Kalo loe hancur, dendam gue terbalas!" wakakakak.
Buku juga bukan guling atau bantal, jadi jangan pernah diajak bobo bareng ya karena yang ada kita akan kerepotan me-rebonding tiap halamannya.
Satu hal yang penting sekali untuk diperhatikan, jangan pernah menggunakan ludah untuk memisahkan lembarannya yang masih lengket. Jorooookkkk !!!! ( 'o' )-o)>3<")


Perhatikan cara penyimpanan

Untuk memudahkan pencarian, perlu dibuatkan identitas di rak penyimpanannya.
Tata yang rapi sesuai dengan abjad judul, atau nama penulis, atau jenis buku.
Tambahkan juga katalog pada tiap rak.
Tempat penyimpanan harus kering dan terlindungi dari debu, karena pada ruang lembab, buku-buku tersebut akan mudah ditumbuhi jamur, bahkan disinggahi kutu-kutu buku dalam artian kutu yang sebenarnya ya.





 Sorting

Jika almari penyimpanan sudah over-limit, lakukan sorting untuk menyeleksi buku mana saja yang masih perlu disimpan dan mana yang bisa dihibahkan.
Alternatif lainnya, bisa mulai disegerakan untuk memperlebar perpustakaan atau membuat perpustakaan gratis bagi yang membutuhkan.
Buku yang terawat memiliki kelayakan yang lebih lama untuk dibaca lebih banyak orang, hitung-hitung investasi pahala berbagi sarana.



Soooo.....
Tidak ada istilah tanda buku yang sering dibaca adalah buku yang kusut, karena bagi saya buku kusut itu bukan karena dibaca, melainkan karena ditimpa badan saat tidur. Jangan menghakimi buku berdasarkan ke-gembelan-nya ya...!!!

Sekian sharing tips dari saya, semoga ada manfaat yang bisa diambil. ~(^3^)/*
READ MORE >>>

Thursday, April 24, 2014

About Stories Behind The Silence



Sebuah penjelasan ataukah pengakuan dosa?
Apapun lah ya sebutannya untuk label yang sengaja saya buat ini, yang pasti ini adalah sebuah jawaban panjang dari beberapa pertanyaan tentangnya.

Bisa dibilang bahwa isi dari label ini adalah PERENUNGAN.
Sebelumnya saya batasi dulu bahwa disini saya tidak sedang membahas move on, move up,ataupun tentang "cukup hanya bersama Tuhan". Karena bagi saya, ini juga salah satu bentuk pengajaran dari Tuhan untuk kita tentang rasa.

Semua yang saya tulis di label ini adalah hasil dari merenung dan sarana untuk kembali merenung, khususnya bagi saya pribadi.
Sesuatu untuk memahami manusiawinya manusia dalam untaian rasa yang tidak terucap karena gaungnya hanya sanggup didengar di relung sunyi.

Kok isinya galau memulu? (-,-")
Huehuehue... kalau saya tidak melihat dari galaunya, tetapi benih yang mengakibatkan lahirnya kegalauan. Kurang lebih benih itulah yang saya tangkap dari banyak sumber yang bukan hanya para muda.

Dih, udah tua masih curhat?
(^-^) Jeritan hati itu tidak mengenal usia karena syarat sahnya hanya jika masih ada umur di dunia.

Saya lebih memilih syair/puisi di label ini karena menurut saya hanya bentuk itulah yang bisa merangkum kisah tanpa menyebut merk pelaku. Tak perlu banyak bertutur tapi sarat makna dan jujur.

Well, demikian sekelumit tentang Stories Behind The Silence.

Semoga bisa diambil manfaat darinya walau sangat sedikit, agar hati tidak mudah dikacaukan oleh bisingnya rasa pribadi saja sehingga hanya bisa menuntut tanpa mau mengerti bahwa ada rasa hati lain yang haus untuk dipahami.



READ MORE >>>

Thursday, April 10, 2014

Dan Pada Akhirnya Inilah Pilihan Saya #EdisiPemilu



Cengar cengir melihat hasil quick count pemilu hari ini. Hasilnya tidak mengejutkan karena sesuai dengan obrolan antara saya dengan beberapa orang yang keberadaannya hanya dianggap saat masa kampanye.
Dimanakah itu?
Ya di pinggir jalan lah, setiap kali kalau saya sedang nongkrong sambil makan ketoprak atau cilok dan mengamati orang yang lalu lalang.

Dari hasil sementara ini, ada beberapa hal lucu yang menggelitik pikiran saya. Hal yang selalu terjadi setiap menjelang, selama, bahkan sesudah kampanye (dalam masa tenang). Entah mungkin karena pandang dan selidik saya sedang terfokus pada hal-hal itu sehingga menjadikan saya merasa bahwa kejadian ini semakin marak sepanjang masa reformasi hingga kini.
Kejadian apakah?
Banyak contohnya, intinya serangan fajar kampanye bahkan jauh sebelum ayam kampanye bangun dan berkokok.

Saya ingat sekali bulan Januari di awal tahun ini ketika saya mudik ke Malang dan sedang asyik berbincang dengan ibu sambil jaga toko. Tiba-tiba datanglah seseorang entah kader atau hanya simpatisan dari sebuah partai yang menyebut diri sebagai sebuah partai Islam terbaik.
Seketika alis mata saya naik sebelah hahahaha.
Saya tidak mau menyebut ini partai Islam karena saya memang tidak setuju dengan pencantuman agama disana. Partai itu tidak sempurna, yang menjalankan juga manusia, kalau ada salahnya maka agama akan dibawa-bawa turut dilecehkan.

Noted : Sekali lagi, ini celoteh saya, kalau anda ya terserah. No nyolot, No sinis, beda boleh khan ?! Woles bro... heuheuheu...

Kembali ke orang tersebut. Dia minta waktu untuk ngobrol santai. Jujur, saya langsung eneg karena tanpa menunggu kami mengiyakan, dia langsung menyodorkan brosur beserta kertas berisi nama caleg dari parpol tersebut. Mestinya kalau bawa-bawa agama tahu sopan santun bertamu ya, tidak masuk bila tidak dipersilahkan (mendapat persetujuan tuan rumah).
Orang tersebut langsung berceloteh panjang lebar dengan antusias seolah tanpa nafas. Saya engap mendengarkan penuturannya.

Sesaat dia mengambil nafas karena sepertinya penjelasannya sudah selesai, saya langsung menyodorkan segelas air mineral, tapi dia menolak dengan alasan sudah bawa sendiri.
Lalu saya tersenyum dan bertanya, "sudah mbak?"
Dia seketika agak kikuk, "eh, ehm iya mbak sudah. Ada yang kurang jelas? boleh silahkan ditanyakan"
Saya kembali tersenyum, "iya, ada yang kurang jelas"
"o iya, silahkan mbak, kurang jelasnya dimana?", dia mulai tampak bersemangat lagi.
"Yang kurang jelas itu..... hari ini hari apa ya.? Apa sudah musim kampanye? Setahu saya yang bodoh ini, kampanye itu kurang lebih semingguan lah sebelum pemilu ya dan pemilu masih bulan April, kalau nggak salah ini bulan Januari. Emang boleh ya? Bisa gitu? Saya kurang paham masalah politik jadi kayaknya saya perlu tanya ke teman-teman yang aktif disana", begitulah rentetan kalimat retoris saya.

Senyumnya seketika hilang dan berganti dengan kekakuan dan ketakutan.
Saya kembali tersenyum, "mbak, saya nggak nakuti lho ya, saya juga bukan aktivis partai apapun. Mungkin saya yang kurang update dengan perubahan peraturan-peraturan itu, tapi seingat saya dari dulu memang kampanye itu serentak. Maaf lho ya!"
Si mbak itu tidak menjawab apapun selain berdehem dan tersenyum kaku, lalu membereskan semua atribut yang dibawanya. Kemudian pamit sambil minta maaf.
Disusul jitakan Ibu yang mendarat di kepala saya, "hahaha oalah Nduk, punya anak kamu itu memang sering bikin mangkel kok" (mangkel = jengkel)

*Maaf lho ya, saya memang ceplas ceplos karena saya dilahirkan tanpa topeng dan hingga kini tidak punya topeng hehehe

Beberapa saat kemudian beberapa tetangga kami mampir belanja sambil ngomel-ngomel, biasalah ibu-ibu. "Bu Toyo, tadi ada perempuan mampir kesini ngoceh masalah partai nggak?"
Saya langsung terpingkal-pingkal dan Ibu menjawab pertanyaan tetangga kami dengan santai, "tadi Dyah yang nemuin, nggak tahu dijawab apa, terus langsung pamit, jalan lurus ke arah sana. Kelihatannya sih nggak mampir-mampir lagi"
"Dijawab gimana Dy?", tanyanya penasaran.
"Ada deeehhhh...Bulik mau tau aja, udah belanja aja yuk yang banyak xixixi", seloroh saya.
Tapi itu tidak memuaskan tetangga saya, sehingga dia melanjutkan ceritanya sambil bersungut-sungut " Lagian masih pagi kok udah mertamu ke rumah orang, orang kalo pagi khan masih repot. Sudah saya kasih tau saya masih repot, ehh masih juga ngotot katanya sebentar dan langsung duduk padahal nggak saya suruh masuk. Nggak punya sopan santun!". wuiihhh marahnya ngeriii (>,<")a hahaha
Menurut beliau, beliau ini sudah tahu mau memilih yang seperti apa, toh nanti juga ada penyuluhan resmi tapi khan masih bulan April. Cerdas ya tetangga saya, padahal beliau ini hanya seorang buruh cuci yang tidak pernah mengenyam pendidikan lho...

Lain kisah diceritakan oleh atasan saya. Tepat 2 hari sebelum pemilu dilaksanakan, satpam di kompleks perumahan beliau membagikan surat panggilan untuk hadir berperan serta menyumbang suara nantinya. Tapi yang membuat beliau terpingkal-pingkal adalah surat tersebut disertai sebuah kartu nama berisi promo program seorang caleg. "Saya tanya ke satpam, ini apa? dia jawab kalau itu biar saya ada pandangan untuk milih siapa. Pinter ya alasannya, dia khan tau saya bukan warga asli sini jadi saya disodori itu. Tapi saya lebih sreg kalau browsing sendiri data semua caleg, khan jadi bisa pilah pilih hahahaha"

Salah satu teman kantor juga begitu, "Eh pilih Ji..! Ingat pilih Ji...!". Entah yang dimaksud Ji apa, entah JiBan (Haji tambal Ban), atau JiTak (Haji boTak), atau JiMat (Haji kuMat), JiGong (Haji baGong) atau siapalah, yang pasti kami semua hanya tertawa menanggapinya.

Tidak hanya di area-area tersebut, di sesi ngobrol santai rutin saya dengan para sahabat karib saya, mereka bercerita,
"Jadi males ikut pengajian di situ, ustadznya ngomongin partai melulu, ngejelek-jelekin partai lain, maksa-maksa, diskriminatif, SARA banget cint..."
Yang lain tidak kalah seru, "iye, teman gereja juga, kita datang ke gereja pingin ibadah khusyuk, sosialisasi santai dengan para jemaat lain, ehh dianya rempong masalah partai. Ya okelah ya kalau mau promo, tapi yang sehat dong, jangan pake maki-maki partai lain. Males kalau udah bawa-bawa SARA. Kasihan Mak'nya SARA bingung nyariin khan?!"
"Gue anti ama partai dan para calegnya yang sok manis ama budaya, padahal maunya ngehapus budaya kita. Jijik banget sama partai importir budaya gitu"
Dan yang paling bikin saya terharu adalah pernyataan sahabat-sahabat beda etnis, terutama tionghoa "Kalau ada #GusDur, saya akan pilih seperti apa kata beliau", sedikit tapi ngena banget (T^T)

Nah, di lingkungan yang agak condong dan fanatik ke satu partai, mereka suka langsung memvonis saya. Duh, terdakwa juga bukan, tapi divonis melulu (-.-")a
"Kamu pasti coblos INI ya? khan kamu orang JATIM", mulai bawa-bawa daerah.
"Ukhti, pastikan coblos ONO ya, jangan ngaku syar'i walau pake hijab syar'i kalau nggak coblos ONO!", AAAIIIIIHHHHHH apa hubungannya syar'i sama partai? yang sakit ini siapa sih sebenarnya?
"Kalo orang selengekan kayak lu, pasti nyoblos INU khaannn? iye khan?! Lagian lu juga paling ga setuju ama broadcast kecaman khan"
Perlu diingat ya, saya nyantai dan setengah edan ya, bukan selengekan. Bedakan itu !!!!
Saya benar-benar perlu mengumpulkan IQ nih buat ngomong sama orang-orang seperti mereka, susah ya untuk taat sama peraturan bahwa ini HARI TENANG gitu?!
Saking gelinya saya bikin status di Facebook yang kurang lebih bunyinya seperti ini :
"
Pahamkah bahwa hari ini masih masuk HARI TENANG?!!!
JADI TENANGLAH ....karena yg maruk pasti TIDAK akan saya pilih...
#ehh
Mwuehuehuehue...

Saya pake kerudung panjang blm tentu saya golongan mereka...
Saya orang jawa timur tp jg blm tentu saya bagian dari mereka yg lain...
Saya ceplas ceplos tp bukan berarti saya pro sama yg diperolok dan dihujat...

*menurut kalian baik buat saya, tp blm tentu menurut saya, so...jangan sok tau !!!
IQ ya... tolong IQnya?!

Salut buat sahabat2 saya yg jd timses tp ga sok tau dan maksa2...peluk kalian semua, semoga sukses membawa perbaikan utk Indonesia

*ngomong ngene mengko DITUDUH GOLPUT or KAFIR wkwkwk...
#rangurus
Ngopi ae lak enak...

#GituAjaKokRepot

"
Sudah semacam peramal saja mau nyaingi Gusti Allah sok-sokan baca maunya hati saya hahaha...
Disitu juga saya sisipkan rasa salut saya untuk teman-teman timses dari beberapa partai, baik yang saya memang mengenal maupun yang saya tidak kenal sama sekali tapi mereka benar-benar menghargai keinginan kita.

Baiklah, untuk mengakhiri tulisan kali ini, saya sertakan sedikit clue tentang pilihan saya, eciyeee siapa saya gitu ya?! Hahaha tapi siapapun saya, saya berhak untuk tidak dipaksa.

Saya cinta kedamaian bukan hanya ketenangan atas segala keberagaman.
Saya cinta kebudayaan, jadi saya tidak akan menukar dengan budaya manapun.
Saya cinta pembekalan dan pemberdayaan skill untuk kemandirian masyarakat, bukan sekedar rangkaian titel di belakang nama hanya untuk memudahkan jadi "buruh" yang diiming-iming gaji tinggi.
Saya cinta alam, adakah yang tidak mengeksploitasi alam?
Nasib petani dan nelayan, janji kepada mereka emang terbukti. Janji untuk diperhatikan. Ya, diperhatikan detik demi detik kemerosotan kehidupan mereka.
Lahan mereka saja dihabiskan, diganti gedung-gedung pencakar langit (hati-hati nanti kalau langit balas mencakar gedung #ehh ), pasar berubah jadi mall dan pedagang kecil gigit jari, dan banyak contoh lainnya. Nanti kalau sabda alam sudah bicara, nangis-nangis deh...

Astaghfirullah al adziim betapa negeriku yang dulu indah sekali...*tears*

Sudahlah, sedikit itu saja dulu, lainnya pikirkan saja sendiri.
Satu catatan penting, kadernya tolong dididik lagi ya, lebih selektif lagi untuk merekrut. Penting banget lho, pengaruh ke nama baik partai. (*Sotoy*)

Well, dari clue sedikit di atas (belum semua - sisanya rahasia) adakah yang merasa memenuhi?
Sudah ketemu?
Semoga "ramalan/tebakan" anda memang sama dengan pilihan saya. xixixi...

Kembalilah Tegap Berdiri Duhai Indonesiaku !!!!!
Aku merindukan damai dan indahmu di masa kecilku *mengheningkan cipta*

PS :
Selamat bagi pemenang, tetap rendah hati, semoga amanah dan total gas pol mewujudkan program-programnya demi perbaikan bangsa.
Bagi yang kalah, tetap optimis dan tidak perlu mencari-cari kesalahan pesaing yang memang secara hitungan menang. Tetaplah saling mendukung, toh tujuannya sama, Demi Indonesia yang lebih baik. Itu jauh lebih elegan.

Tidak perlu tersinggung dengan tulisan ini karena yang boleh tersinggung adalah yang melakukan pembodohan-pembodohan seperti yang saya utarakan di atas.


Hanya #celotehBocahTuwoSetengahEdan

Mohon maaf atas segala khilaf kata... *saliimm*...
READ MORE >>>

Tuesday, April 8, 2014

Hanya karena tidak ikut mencaci, saya dituduh Liberal



Semakin marak broadcast provokatif yang saya terima belakangan ini. Ya, saya menyebutnya provokatif karena di akhir kalimat pesan itu ada ajakan untuk mencaci dan menistakan.
Mulai dari pornografi, kesukuan, bahkan merembet ke pemilu hingga tentang seorang artis yang baru saja berpindah agama. Parahnya semua disertai link untuk mendownload videonya alih-alih sebagai pembuktian. 
Bisa coba berpikir ya, bagaimana jika link tersebut adalah link video porno dan jika sampai ke tangan anak-anak di bawah umur, apa tidak malah memberi mereka contoh untuk semakin memerosotkan moral generasi bangsa yang sudah semakin mengkhawatirkan ini?
Ah, sudahlah... toh tentang smart broadcast ini juga sudah pernah saya publish beberapa waktu yang lalu disini.
Tapi kenapa saya ingin sekali menuliskan tentang broadcast messages ini, karena hati saya terusik melihat Islam saya dikambing hitamkan oleh orang-orang penyebar BM tersebut.

Baiklah, sebenarnya ada dua hot topic yang ingin saya bahas disini yaitu tentang pemilu dan tentang seorang artis yang berpindah keyakinan keluar dari Islam. Semua pasti tahu siapa yang saya maksud, yup tepat sekali, Asmirandah. Asmirandah dulu saja ya, lalu tentang pemilu akan saya celotehkan pada postingan berikutnya saja, karena keduanya akan menjadikan ocehan saya menjadi cukup panjang.

Sebelumnya saya mohon maaf sebesar-besarnya jika tulisan saya ini kurang berkenan bagi beberapa pihak. Ini hanya sekedar ocehan hati saya.

Tentang Asmirandah.
Saya tidak kenal siapa dia, tapi gadget saya full chats BM tentang dia. Dari sedikit yang saya dengar, mereka mempermainkan agama dan kepercayaan demi yang namanya cinta, begitu katanya.
Jujur hati saya sakit, tapi bukan karena Andah pindah keyakinan ataupun mengaminkan keputusan tersebut. Tapi lebih karena teringat kejadian yang kami sekeluarga alami saat pertama kali memeluk agama Islam.
Apa hubungannya? 
Baiklah, sedikit akan saya ceritakan kisah ini, walau harus sambil menangis karena sakit sekali mengingatnya.

Yang kami terima dari saudara sesama muslim di sekeliling kami adalah ejekan, hinaan, cercaan, disepelekan, dikucilkan, bahkan dianggap najis. (*maaf, ini kenyataan yang terjadi, tidak bermaksud untuk melebih-lebihkan*)
Kami dianggap anjing dan bahkan dipanggil dengan nama salah satu anjing yang kami pelihara dulu sebelum jadi mualaf.

Kami yang belum tahu apa-apa, yang menggebu ingin belajar karena mencintai kasih di dalam Islam seolah digampar keras dengan sikap seperti itu.
Bukannya dipeluk, tidak juga direngkuh. 
Bagaimana rasanya menjadi kami?
Tentu kami berpikir, inikah? seperti inikah?
Syok?
Depresi?
Wah, jangan ditanya lagi... sudah pasti, tiap hari dijalani dengan berurai air mata. 
Sebelum tidur memikirkan apa yang akan terjadi esok jika kami bangun?
Bangun tidur dengan perasaan hancur dan bertanya apalagi hari ini?

Dan pada saat seperti itu, seorang pemeluk agama masa lalu kami mendekat lagi, "Itukah, Nak? seperti itukah agama yang kau anggap penuh kasih dan akhirnya kau pilih? Sungguh, tiada yang lebih damai dalam suka cita selain umat agama yang kau tinggalkan"

Jika tidak karena kami adalah orang yang berpikir dan bukan orang yang mengikuti bara api dalam hati, mungkin kami akan sudah berpindah agama kembali. Beruntung bagi kami karena Allah menjaga pikiran dan hati kami untuk tetap sejuk berpikir.
Bukan Islam yang salah, Islam bukan agama brutal, tapi adalah sebagian penganutnya yang "terlalu cinta" dengan Islam, sekedar tahu dan  mengaku Islam, tapi (maaf) dangkal pemahaman, sehingga mudah sekali ditunggangi pihak-pihak yang berkepentingan memperburuk citra Islam. Walaupun katanya santri dan mondok di banyak pesantren. Yang saya pahami adalah bahwa mengerti dan hafal itu belum bisa diartikan paham.
Sekali lagi maaf, karena ini hanya curahan hati saya.

Enough tentang kisah itu, dan kembali ke Asmirandah.
Saya menilik kembali kasus yang terjadi dan kasusnya hampir sama dengan yang terjadi pada adik saya.
Keimanan, kurangnya pendampingan dari orang tua terutama Ibu karena beliau harus menggantikan tugas Bapak yang sakit sebagai pencari nafkah. Juga karena hal-hal lain yang terlalu panjang untuk dijelaskan, membuatnya sempat terperangkap pada hubungan beda agama. 
Tenangkah kami? 
Tentu tidak, justru kami sangat sedih.

Kesulitan terbesar kami untuk tetap bisa memeluk adik kembali dalam Islam adalah karena kecenderungan sikap kerasnya di usia-usia labil kala itu. Saya sempat marah dan malah menjauhi adik, tapi justru sikap itu yang makin menjauhkan adik dari jalan Allah. Astaghfirullah jujur saya merasa berdosa sekali, semoga Allah mengampunkan kebodohan saya.

Hingga suatu ketika pada sebuah pembahasan kecil dengan Ibu, beliau ngendikan "Nduk,ingat ndak waktu pertama kali kita masuk Islam, apa reaksi orang-orang itu?"
Seketika saya terhenyak dan menjawab, "Nggih, Bu! Kita dianggap anjing"
"Haruskah kita juga bersikap seperti itu jika kita ingin adikmu kembali pada kita? Lalu apa bedanya kita dengan mereka? Allah yang Maha Kuasa atas hati manusia, bahkan Allah Maha Pengampun walau Dia satu-satunya yang berhak untuk murka.", jelas Ibu sambil tersenyum.

Dan kalimat terakhir Ibu itu menyadarkan saya, tidak seharusnya saya seperti itu. Saya terlalu mencintai keluarga saya hingga saya terbutakan, tidak ingin ada sedikit pun ketidak sempurnaan di dalamnya.

Sejak malam itu, kami lebih fokus untuk memberi kasih dan perhatian untuk adik di setiap kesehariannya. Selalu membawanya dalam doa di setiap nafas kami. Ibu selalu membacakan bismillah setiap kali adik minta disuapi, walau mulut adik tak bergeming untuk mengucapnya. Bertahun-tahun kami lalui seperti itu dengan penuh kepasrahan dan keyakinan pada kemurahan Allah.
Dikabulkankah?
Tentu saja, Allah Maha Kasih pada hambaNYA yang bersabar dalam ikhtiarnya. Kini, dalam setiap lakunya selalu terucap asma Allah dan akhirnya perjuangan kami tiba pada fase untuk sama-sama mempertebal benteng keimanan kami.

Nah, pertanyaannya sekarang sehubungan dengan kasus Asmirandah, apakah pihak pembuat BC dan yang terprovokasi sehingga ikut menyebarkannya itu melakukan perjuangan yang sama seperti yang kami sekeluarga lakukan untuk adik kami?
Jika tidak, lalu apa hak kita untuk mencaci?!
Apakah tentang penistaan agama? Jika iya, biarlah itu menjadi urusan mereka dengan Allah, satu-satunya hak Allah.

"Sebarkan BC ini jika kalian cinta Islam, biar semua umat Islam tahu siapa Asmirandah!!!"

Lalu...
Kalau sudah tahu, langkah selanjutnya apa?
Apakah ada efek pada Andah?
Jawabannya bisa dipastikan adalah tidak, justru keyakinannya semakin kuat. Kenapa? Karena saudara seimannya merengkuhnya yang membuatnya nyaman disana.
Masih juga ngotot bahwa saya harus tahu? Nek wis ngerti, #Njurngopo ?

BERAGAMA TIDAK SEBERCANDA ITU

Pernahkah terpikir bahwa bisa jadi pembuat BC itu adalah pihak yang berkepentingan memecah belah dan menghancurkan Islam?! Mereka paham kaum muslim sangat mencintai Islam bahkan sanggup melakukan apapun demi membela Islam. Tapi, sayangnya kecintaan itu tidak disertai dengan agungnya kedewasaan yang bijak yang bertabur di seluruh ajaran Islam.
Menjatuhkan Islam yang sejatinya adalah rahmatan lil alamin.

Karena saya tidak ingin ikut mencerca, mencaci, dan meneruskan BC tersebut, seketika itu pula saya yang dicerca dan dituduh LIBERAL. Rata-rata kalimat tuduhan yang dilontarkan pada saya bunyinya sama.
Astaghfirullah al adziim...

"Jadi kamu mendukung keputusan Asmirandah?!"
"Jadi kamu setuju dengan Asmirandah keluar dari Islam?!"
"Jadi kamu diam saja agamamu didustakan?!"
"Aku nggak ngira kalau kamu penganut Islam liberal !!!"

Seolah merasa paling tahu isi hati dan pikiran saya bahkan merasa lebih tahu dari Engkau yang Maha Tahu.
Apa saya bilang mendukung?
Apa saya bilang setuju?
Apa saya diam saja dengan pendustaan agama?
Apa saya mentasbihkan diri sebagai orang yang disebut Islam Liberal?
Apa itu liberal?
Toh saat pertanyaan-pertanyaan itu saya lontarkan, mereka tidak bisa menjawab.

SAYA INI ISLAM.
SAYA BUKAN PENGANUT ALIRAN-ALIRAN YANG ENTAH APAPUN SEBUTANNYA.
YANG SAYA PAHAMI, ISLAM ITU SATU.

Saya menceritakan masalah ini pada Ibu saya. Jelas Ibu saya khawatir dan sedih tapi beliau berpesan, "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un, kita pernah melewati hal yang sama, bahkan mungkin ini jauh akan lebih mudah dilewati ketimbang dulu. Tetap ingatlah saat pertama kali kita mualaf yo Nduk! Sing Sumeleh (*berpasrahlah)"
Andai saya ikut mencak-mencak ikut menyerang, apa pengaruhnya? Yang ada malah ditertawakan, "Tuh OKOL digedein, AKAL disingkirin !!"
Nooohhhh,,, 

Bagi saya pribadi, hak saya adalah hanya mengucap Innalillahi wa inna ilaihi roji'un dan baik buruknya biar menjadi urusan Allah.
Tugas kita adalah membentengi keluarga kita dengan iman dengan menanggalkan keangkuhan rasa seolah paling suci sehingga berhak mencaci yang tidak sepaham dengan kita. Jangan karena sibuk menghujat orang lain, menjadikan kita lupa bahwa keluarga dekat kita sendiri terbengkalai dan terabaikan keimanannya.
Hisab diri kita dulu, sudah bebas dosakah kita? Apakah menurut Allah ibadah kita sebagai tanda cinta kita padaNYA ini sudah sempurna?
Yuk, mari bareng-bareng jadi umat yang mau tenang dan bijak berpikir agar kekuatan kita ini tidak dijadikan senjata oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memusnahkan agama yang kita cintai ini.

Rasanya cukup sekian dulu luahan hati saya, sekedar ingin melegakan nafas yang sesak akibat tuduhan tersebut. Tidak ada niat dalam hati saya untuk memojokkan suatu agama tertentu. Tolong abaikan nama dan contact saya jika akan mengirim Broadcast Messages yang berbau SARA ya, TERIMA KASIH.

Mohon Maaf atas segala khilaf kata yang terucap di sepanjang tulisan kali ini.

BUKAN SAYA TIDAK PEDULI, 
TAPI SAYA HANYALAH BAGIAN DARI KEBODOHAN 
KARENANYA SAYA TERUS BELAJAR TANPA MERAMPAS "PENGHAKIMAN" YANG MURNI HAK ALLAH SWT



READ MORE >>>