Pages

Saturday, January 25, 2014

Through the Journey Chapter 2. Ku bunuh 13 di antaranya


Gerbong 3 kursi 9A, tepat di samping jendela seperti permintaan saya pada petugas tiket saat pemesanan. Dari balik jendela yang retak, lamat-lamat memandang tulisan nama Stasiun Pasar Senen mulai menjauh, sorak sorai terdengar dari dalam hati. Bahwa sebentar lagi bertemu dengan keluarga, itu saja yang ada di benak saya. Dan ternyata efek hati yang bahagia itu super sekali saudara-saudara, baru tersadar jika saya sudah tidak terbatuk-batuk lagi walau demamnya masih ada.

Bibir ini sudah lepas kendali untuk bisa menahan senyum, remnya agak blong. Jadi untuk menutupinya, saya pura-pura sibuk mengalihkan pandangan dari jendela ke hp, dan sebaliknya. Khan sudah dianggap lumrah kalau orang lebih ekspresif saat berinteraksi dengan gadgetnya hahaha. Entah nangis, marah, senyum, ketawa, bahkan terpingkal-pingkal sendiri. So, saya aman dari anggapan kurang waras hahahaha.

Tidak perlu jauh-jauh ikut arung jeram, hiking, dan lain-lain seperti yang dulu biasa saya lakukan. Meninggalkan satu stasiun ke stasiun berikutnya, dan memandang tulisan nama stasiun mendekat dan menjauh, benar-benar menjadi satu sensasi tersendiri. Menempuh perjalanan seperti ini saja dengan segudang kerinduan yang membuncah, sudah amat sangat bisa memacu adrenalin.
Kalau saja teriak-teriak disini tidak ditegur karena mengganggu penumpang lain, pasti saya sudah melakukannya. "Tataaa Senen....Tataaa Jatinegara...Tataaa Kranji...Tataaa Cakung...Tataaa Bekasi...Tambun...Cikarang...Tataaa semuaaaa, pulang dulu yaaaaaa....!!!!!", begitu suara teriakan hati saya. Di mata ini sudah melekat wajah Ibu, Adik, Bapak, dan keponakan. Aaaaakkkkk........ Kangen banget seru-seruan dengan mereka.

Saking asyiknya menari kegirangan dalam pikiran, sampai-sampai terabaikan bagaimana kondisi kereta tambahan ini sebenarnya. Hingga akhirnya saat menuju stasiun Lemah Abang, tttrrrrraaaakkk...traaaakkk....traaktraaakk...tratak...tratak...trak..trak...trak...trak...bresssshhhh....
Hujjjjaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnn.................

Air hujan mulai merembes masuk dari celah-celah jendela dan lebih lancar lagi masuknya dari sisi jendela saya yang retak. Masuk merembes, turun...turun...turunnn.... daaaannn akhirnya sampai ke sambungan dinding dan lantai dan seketika terdengar teriakan dari bawah sana, "Kaaaabbboooooooooooooooooorrrrrrrrr ...Selamatkan diri.... Bawa perbekalan semampu kalian...lariiiiiiiiiiii.........."
Barikade kecoa mini langsung menyebar ke seluruh penjuru dinding kereta.

Saya terpana...mulut menganga...hanya bisa mengeluarkan kata dengan nada yang makin lama makin tinggi, "wa..wa..wa..waduuuuuuuhhhhhh...apa iniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.......????????", padahal sudah tahu itu kecoa, tapi masih tanya, bego banget khan ?!

Seorang remaja pria di depan saya yang otomatis juga berada di samping jendela batal kaget tetapi malah tertawa melihat dan mendengar pekikan tertahan dari mulut saya.
"hahaha wuih banyak banget ya mbak", katanya.
Sepasang suami istri di sampingnya juga tertawa geli dan menimpali, "wuih, ke tengah dulu mbak, toh orangnya masih belum ada"
Saya membalas tawa mereka dan kembali mengamati barikade kecoa mini di dinding. Sambil sedikit bergeser ke tengah kursi, saya berujar, "Tangan saya gatal kalau lihat beginian, bisa masuk-masuk ke tas kita semua ini. Paling tidak, di dinding kita ini aman". Sesaat kemudian wajah saya berubah menyeringai.

Jreng... jreng.. #ehh kurang serem ya ?! Jeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeennnnngggggg........*EvilSmile*. Auuummmm..., saatnya hobi membasmi disalurkan.

Sejurus kemudian, segumpal tissue sudah di tangan. Lhoh buat apa? Ya buat membasmi kecoa lah, khan tidak ada senjata lain. Dan tissue tersebut harus dibasahi, kalau tidak basah sasaran bisa kabur. #tips
Ambil saja air hujan yang merembes masuk lewat jendela.

Lalu....
Cyyyaaaatttttt....hyyaaatttt....cyatt...cyyaaaattt....cccyyyaaaattt... dan 13 di antaranya pada akhirnya terkapar tak bernyawa.
Lho katanya banyak? kok cuma 13? Nanya ya? nanya mulu sih, ya iya banyak, banyak yang kabur balik lagi ke celah atau tempat lain begitu sadar ada penyerangan lain.

Tanpa saya sadari, saya bergumam mengancam, "kabur sono lo, awas balik lagi, gue habisin lo kalo keluar lagi..!!!"
Sontak tiga orang di hadapan saya tertawa. Saya hanya meringis tersadar dari keasyikan saya berburu kecoa mini.
"Titip tas ya dek, mbak, mau cuci tangan dulu" ujar saya pada mereka sambil tertawa geli.

Sekembali dari toilet, saya menata posisi duduk saya lagi karena tadi sempat kembali beringas, huehuehue maaf khilaf. (>v<)

Sesekali melirik ke arah celah sambungan. Tidak ada yang keluar lagi, hanya sesekali mengintip. Mungkin mereka sedang mengatur ulang strategi migrasi basecamp agar lebih waspada terhadap serangan dadakan seperti yang saya lancarkan tadi. Tapi mungkin juga mereka sedang mengawasi gerak gerik saya. Whatever dech.

Lalu menebar pandangan ke seluruh penjuru gerbong. Baru tersadar dengan kondisinya yang seadanya. Terlintas di pikiran saya, ini gerbong sebelumnya disimpan dimana sih? Beberapa jendela retak terkena lemparan batu tanpa sempat diperbaiki, sambungan dinding dan lantai mulai renggang dan membentuk celah-celah berisi kecoa mini.

Dan keheningan kami berempat terpecahkan, sesuatu menyadarkan kami dari pikiran kami masing-masing. Kami berempat saling berpandangan, lalu... "kriet...kriet...krieet...jug-jes-jug-jes...kriet jug-jes.....kriet...jug-jes..."
Spontan saya berkomentar, "Yaa Allah, si anak gerbong kemana sih? kenapa si Aki Gerbong masih disuruh kerja juga?". Dan kami langsung terbahak-bahak.
Hoh indahnya naik kereta ekonomi ~(^v^)~



Nah tuh, yang masih berbaris di sepanjang celah dan sempat terabadikan, termasuk jempol kaki penumpang di depan saya #dooooohhhh (>,<")a

READ MORE >>>

Thursday, January 23, 2014

Through the Journey Chapter 1. Aku Pulaaaaanggg


Selalu dan selalu heboh semangatnya saat akan pulang kampung, walau sebutan kampung agak kurang saya setujui karena kota Malang jauh jauh jauh lebih wow ketimbang Karawang #jengkelPernahDiejekOrangKarawang huahuahuahua.
Walau jadwal dipepet-pepetin banget karena saya adalah orang yang sok sibuk #ehh , akhirnya dapatlah jadwal pulang tanggal 12 Januari 2014.

Tapi jadwal pulang pada tanggal itu akhirnya batal. Booking ticket yang sejatinya tanggal 12 itu harus saya tukar di tanggal 11 Januari dengan konsekuensi kena charge 25%. Masih Alhamdulillah ini ticket kereta ekonomi, coba kalau ticket pesawat, bisa jebol ini kantong huhuhu (T-T).
Tapi yasudahlah ketimbang saya keterusan ngakak baca bbm adik yang full of omelan, marah, plus nangis minta saya balik tanggal 11. Entah kenapa susah sekali menolak permintaan The Baby Hoey yang kalau sudah kumat bocahnya pasti begini.

"Pokoknya aku nggak jadi sayang sama Payed. Aku nggak bolo wis (nggak mau nemani), nggak seneng aku wis. Harah aku nangis a malihan (aku jadi nangis nih), nggak seneng aku!!!!!!"

Noh, bayi banget kan rengekannya, lupa sama umur. Kadang kalau semua kabelnya terpasang dengan benar, ya dia bisa jadi dewasa banget. Memang sih umurnya sudah hampir 25, hoh Ya Allah, 25??!?!?!?! Rasanya baru kemarin saya bujuk dan gendong dia keluar dari drum persembunyiannya, sedang menangis gara-gara dikejar orang gila yang ngefans banget sama dia wakakakak, siapa suruh wajahnya kayak boneka.
Well, cukup dulu tentang Moming dan mari ke perjalanan pulang.

Walhasil karena saat penukaran ticket sudah hampir mendekati hari H keberangkatan, maka saya kebagian kereta tambahan yang berangkat dari St. Pasar Senen tepat pukul 17.12 WIB.
Dan berdasarkan saran dari Ibu yang sangat-sangat khawatir kalau saya ketinggalan kereta, akhirnya saya naik kereta dari Karawang ke Jakarta jam 05.30 pagi. Kebayang ya saya kayak orang hilang selama 8 jam tuh ngentang di stasiun. Tapi baiklah, ketimbang kuwalat kayak dulu saat menolak nurut dan akhirnya benar-benar ketinggalan kereta.

Di pikiran sudah berjajar rapi ide-ide tentang apa yang akan saya lakukan selama jadi "kentang stasiun". Ahaa... seketika *cliiiinngggg*... baiklaaahhh, yang paling aman adalah jadi penunggu masjid hihihihi, sekalian istirahat karena sebenarnya sudah 3 hari saya demam tinggi yang belum juga mau turun hingga saat itu.

Nih ticket yang jadi perkara
Walhasil tergantikan olehnya... haiizzz

Rupanya keinginan saya difasilitasi lagi oleh Allah. Pintu gerbong yang saya naiki berhenti tepat di depan pintu masjid. Jadi, dengan barang bawaan sebanyak itu, saya tidak perlu repot dan langsung saja turun dengan anggunnya walau sejatinya saya lebih mirip panglima kura-kura. Plus lagi langsung disambut oleh Bapak penjaga masjid, entah siapa nama Beliau.
"Badhe kamana Neng?" (mau kemana, Neng?), tanya Bapak itu dalam bahasa sunda, menyambut.
"Oh, punten Bapak, abdi badhe ka Malang, kereta tambahan" (Oh, permisi Bapak, saya mau ke Malang, kereta tambahan), jawabku sambil tersenyum.
"Woh, lami atuh" (Woh, masih lama dong)

"Hehehe muhun. Bapak, abdi badhe Duha heula" (Hehehe iya. Bapak, saya mau duha dulu), ucap saya meminta ijin.
"monggo...monggo...istirahat nggon masjid wae mbak!" (silahkan..silahkan..istirahat di masjid saja mbak), jawabnya dalam bahasa jawa.
Kontan saya terperanjat, "lhoh, panjenengan jawi to pak?" (lhoh, Bapak juga orang jawa to)
"Hahaha lha iyo no, monggo pinarak, ditinggal sik karo Bapak ya?!", ujar Bapak itu sambil mempersilahkan saya masuk.
"Nggih pak, matur nuwun".

Masuklah saya ke dalam masjid, menata barang bawaan dan ke toilet untuk berwudhu. Alhamdulillah luang sekali waktu yang saya punya, Duha 12 rakaat tuntas, setoran ODOA tunai, lanjut tilawah yang tanpa terasa terselesaikan 3 juz tepat saat adzan Dzuhur. Mungkin kalau tidak terpotong saat saya tertidur, bisa bablas sampai 4 juz, tapi Allah Maha Baik, saya disuruh istirahat dulu hehehe #Ngeles

Mungkin Bapak penunggu masjid iba melihat saya yang mengaji sambil terbatuk-batuk dan muka merah padam karena memang sedang demam. Segelas teh panas langsung beliau sodorkan di samping saya. Masya Allah, semoga kebaikan beliau berbalas rejeki yang berlimpah. Amiin.

Dzuhur ke Ashar cepat sekali berlalu. Sekalian saya tunaikan shalat Ashar dan segera bergegas menuju loket pintu utara untuk check ticket, apa istilahnya..mm..boarding pass ya, sudah seperti di airport saja. Kemudian bersiap naik kereta. Saya hanya bisa menyertakan doa untuk Bapak penjaga masjid yang baik hati karena saya gagal menemukan beliau saat akan mengucapkan terima kasih dan berpamitan.

Sesampai di gerbong 3, menata barang bawaan dan duduk manis di kursi 9A, hati ini sudah jingkrak-jingkrak ingin sekali segara memulai perjalanan. Andai saja bisa, sudah saya dorong tuh kereta heuheuheu...
Ditambah Ibu, Adik, keponakan, dan Bapak (via Ibu) yang sudah ribet memastikan keberangkatan saya.
"Udah masuk kereta?",
"Udah ketemu tempat duduknya?",
"Udah jalan belum?",
dan yang spontan membuat saya kelepasan tawa adalah pertanyaan ini, "Nyampenya jam berapa? Sambel petenya mau pake telor apa sambelan aja?", aaaaaaaaa .... berangkatnya saja beluuummm... (>v<)

Heboh banget deh, padahal yang pulang hanya seorang Dyah si bawel, tukang protes, dan satpam rumah yang hobi sidak. Kok ya sambutannya dah kayak kedatangan tamu negara wae.
But that's my family. Selalu cinta dengan kehebohan mereka, kesederhanaan, spontanitas, apa adanya, kasih sayangnya, dan segala tentang mereka.

Telinga saya menangkap sebuah suara yang jika tidak salah ingat bunyinya kurang lebih seperti ini,
"Ting tung ting tung...
Kepada seluruh penumpang kereta api Matarmaja tambahan tujuan akhir stasiun Kota Malang, beberapa saat lagi kereta akan segera berangkat. Mohon pastikan seluruh penumpang sudah masuk dan barang bawaan sudah tertata di tempatnya.
Kepada Petugas, dimohon untuk segera menutup pintu kereta.
Selamat menempuh perjalanan dan Selamat sampai tujuan
... Ting tung ting tung "

Lalu....
"THOOOEEEETTTTTTTT............ PRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIITTTTTTTTTTTT......."
Perlahan kereta melaju....ahahahahaha jug-i-jag-i-jug-i-jag-i-jug kereta berangkaaaaaatttttt .......

Bismillahi tawakkaltu 'alallah, laa haula walaa quwwata illa billahil 'aliyyil 'adziim
Bismillahi majrehaa wamursahaa inna robbii laghofuururrohiim

Ibu, Bapak, Moming, Pesek .... Weit for mi yeeee....!!!!!

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKKKKUUUUUUU PUUUUUULLLAAAAAAAAANNGGGGGGG... wkwkwkwkwkwkwk

READ MORE >>>

Thursday, January 2, 2014

Sepucuk Surat untuk Adikku Tersayang


Posting kali ini khusus saya tujukan untuk Adik Moming Tersayang

Assalamualaikum Adikku Sayang,
Senang dan bahagia yang tidak bisa diukur lagi besarnya saat mbak mendengar tangis syukur ibu karena Moming sudah berani mengambil langkah yang mulia. Langkah berani untuk mengakhiri kemelut hubungan beda agama yang hampir merampasmu dari pelukan kami dan menjerumuskanmu menyimpang jauh dari jalan Allah.

Mbak bangga, sekarang Moming sudah dewasa dan lebih bijaksana.

Maaf ya Sayang, mbak dulu sempat marah dan tidak ingin bicara lagi sama Moming.
Jujur itu karena kecewa. Kecewa sekali, adik yang paling mbak sayangi mempertaruhkan keyakinannya dan seketika berubah menjadi tak terkendali.
Padahal, mbak dulu iri sekali, karena Moming satu-satunya yang terlahir muslim di keluarga kita.

Mbak pernah mendengar sebuah "bisikan" bahwa Moming dulu marah ke ibu karena merasa "sedikit-sedikit mbak, selalu mbak, apa-apa mbak, dan ibu lebih dekat sama mbak", sehingga kabarnya Moming sempat pergi dari rumah juga "gara-gara mbak".
Benar tidaknya, mbak tidak mau ambil pusing, karena percuma mempersoalkan "bisikan" yang seringnya malah menyesatkan.

Moming,
Ini yang sebenarnya, ibu itu sayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang banget sama Moming.
Buktinya, dulu sejak kecil selalu digendong, diajak kemana-mana walau Moming waktu itu sudah umur 10 tahun. Tanpa sedetik pun lepas penjagaan padamu.
Bukan mbak tidak pernah diajak, tapi mbak sekolah dan hampir tidak pernah mau ikut kemanapun karena mbak lebih suka uthek sendiri di rumah.
Hingga akhirnya ibu terpaksa harus pergi meninggalkan kita yang sangat dicintainya demi tercukupinya kebutuhan dan kita tetap bisa sekolah. Itupun Ibu berpesan, "Adikmu dijaga ya Nduk, jangan dikasari".

Mbak dekat sama Ibu karena mbak harus jaga Moming dan mbak juga jauh lebih besar dibanding kamu sehingga sudah bisa diajak diskusi saat itu.
Bahkan saat Moming mulai dekat dengan "x" dan akhirnya melawan Ibu, mbak sebenarnya sudah sangat tidak rela, tapi Ibu tetap bilang, "Adikmu masih kecil, Nduk. Dia belum paham, dia emosi, jangan dikasar. Ibu yakin adikmu suatu saat akan kembali sama kita. Nggak mungkin Allah mengabaikan doa ibu selama ini" dan itu tidak sehari dua hari ya Ming, tapi bertahun-tahun.
Benar saja, setelah sekian tahun meyakini Mukjizat Doa, beberapa hari yang lalu Allah kabulkan, Allah kirim Moming pulang. Tapi sebenarnya skenario pengabulan Doa Ibu sudah berjalan sejak 7 bulan yang lalu, sejak Moming ditugaskan kembali di Malang.

Moming,
maaf jika selama ini mbak tidak menjagamu dengan baik.
Keterbatasan mbak untuk bisa mengatasi semua.
Di sekolah harus tetap berprestasi, merawat bapak yang sedang sakit dengan emosi jiwanya yang sedang tinggi-tingginya, semua pekerjaan rumah harus beres, dan Moming masih sangat kecil waktu itu.

Moming ingat lebaran kemarin?
Betapa mbak berusaha biasa saja saat Moming minta baju panjang untuk sholat Ied, padahal mbak sangat bahagia sehingga mbak rela menyiapkan semua keperluanmu untuk sholat Ied keesokan harinya karena sudah lama itu tidak terjadi.
Mbak dan Ibu menangis saat menyetrika baju yang akan kau kenakan. Menangis bahagia dan amat sangat bersyukur atas besarnya nikmat Allah.

Moming Sayang,
Jangan pernah malu karena pernah salah, tapi banggalah karena sanggup bangkit dan tegar berdiri.
Jangan pernah jengkel dengan penghinaan orang "suci" padamu, tapi tenanglah dalam doa agar tetap rendah hati dan sadar diri.
Jangan pernah kecewa kehilangan dunia yang pernah kau miliki, tapi bersyukurlah karena mungkin ada ketidak halalan disana dan Allah pasti menggantinya.

Tidak ada yang salah darimu, tidak ada yang sempurna atas kita, ini hanya proses kita mendewasa.
Tetaplah jadi Momingku yang ceria, sederhana dan apa adanya.
Semoga Allah senantiasa membimbingmu dan menjaga ketaatanmu.

Peluk cium dari mbak yang sangat tidak sempurna tetapi amat menyayangimu.
Love You, Momingku...

READ MORE >>>

Wednesday, January 1, 2014

Semburat Kerinduan dalam Doa (Kunjungan Panti Werdha Budi Mulia)


Dalam rangka memperingati hari ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember yang lalu, perusahaan tempat saya bekerja mengadakan acara kunjungan ke sebuah Panti Werdha di Karawang. Kunjungan ini diadakan pada tgl. 23 Desember 2013 dan siapa saja yang mendapat ijin dari atasan masing-masing, boleh menjadi partisipan.
Berhubung ini adalah kegiatan sosial dan acara seperti inilah yang saya minati, maka tanpa berpikir panjang saya langsung mendaftarkan diri, padahal biasanya saya paling malas mengikuti kegiatan yang diadakan perusahaan karena bukan kegiatan sosial. (--,)7

Sesampai disana, panti masih sepi, entahlah... mungkin para emak dan abah yang tinggal disitu masih mempersiapkan diri. Benar saja, setelah bantuan dari perusahaan diturunkan dan ditata, mereka baru datang satu per satu. Dan menyaksikan kedatangan mereka langsung membuat saya merasa miris, trenyuh. Bagaimana tidak, sekian banyak lansia berjalan tertatih, sebagian besar menggunakan tongkat penyangga dan itupun masih dibantu berpegangan tembok atau apapun yang bisa menyangga tubuh mereka.
Masing-masing berbekal minyak angin dan aromanya mengingatkan saya pada almarhumah Mbah Putri dan almarhum Mbah Kakung yang sangat kami rindukan (T-T), semoga Allah SWT berkenan melapangkan kuburnya, mengampunkan dosanya, dan membebaskan beliau dari hisab kuburnya.

Mereka datang dengan senyum tulus, tanpa dipaksakan. Senyum itu, senyum yang pasti dulunya selalu bisa menenangkan kekalutan hati orang-orang terkasihnya.
Kembali saya terperanjat hanya bisa mengucap "Astaghfirullah al adziim" dan air mata langsung menetes tanpa bisa ditahan lagi saat perwakilan pengurus yayasan menyampaikan kata sambutan yang di dalamnya beliau menjelaskan latar belakang keberadaan para emak-abah disana. Bahwa ada sebagian yang benar-benar tidak punya sanak saudara, dan sebagian yang lain memang anak-anak dan saudara-saudaranya tidak mau lagi merawat mereka. Yang diabaikan oleh keluarganya pun bisa sampai disana dengan bantuan para tetangga yang tidak tega melihat kondisi emak-abah yang sudah sepuh dan terabaikan bahkan mengalami kekerasan.

Bagaimana sanggup anak-anak emak-abah berlaku seperti itu.
Emak-abah yang menuntun saat mereka belajar berjalan, tapi kemana mereka saat emak-abah tertatih-tatih sudah kesulitan berjalan?
Emak-abah yang menggendong saat mereka rewel karena sakit, tapi kemana mereka kini saat emak-abah sakit terkulai hingga tak sanggup bangun dari tempat tidurnya?
Emak-abah yang mengusap air mata mereka saat mereka merasa sedih, tapi kemana mereka saat emak-abah menangis meratap karena merindu ?
Emak-abah yang memasakkan apapun yang mereka mau saat mereka merasa kurang enak badan, tapi kemana sekarang mereka saat emak-abah tidak nyaman merasakan perubahan kondisi badan?
Emak-abah yang menyuapkan makanan dan mengikuti kemanapun langkah berjalan saat mereka tidak nafsu makan, tapi kemana mereka saat emak-abah merasa demikian?
Emak-abah yang membersihkan kotoran mereka sedari kecil, tak membiarkan pakaian kotor menempel di badan mereka terlalu lama, tapi kemana mereka saat emak-abah tak sanggup lagi membersihkan badannya sendiri?
Emak-abah yang menjaga jangan sampai terluka pun hanya lecet biasa, mengobati lukanya saat terjatuh, bingung, panik, sedih, khawatir, pantaskah dibalas dengan perlakuan kasar saat mereka mulai rapuh?
Bahkan saat emak-abah meninggal pun mereka tidak peduli dan tidak mencari kemana makam orang tuanya.

Salah seorang emak berpesan pada saya,"Neng, nuhun ya atas kunjungannya. Emak doakan supaya Neng panjang umur, murah rejeki, diberkahkan pendamping yang salih agar bisa mendidik anak-anak menjadi anak yang taat, salih/salihah, dan berbakti sama orang tua. Emak sudah sepuh, tidak tahu berapa lama usia yang masih bisa dirasakan, semoga kita bisa jumpa lagi ya, Neng. Jangan lupa kesini lagi, emak senang sekali", tak sedikitpun ada hujatan untuk anak yang sudah menelantarkan mereka.
Yaa Rabb, sakit sekali hati ini menyaksikan itu.

Gusti Allah-ku, Begitu banyak cermin dan pelajaran kehidupan Engkau hadirkan untuk pengingatku, 
Begitu banyak petunjuk yang Engkau datangkan untuk menuntun langkahku,
Sedih, selalu sedih, saat bisa membaca isyaratMu.
Sedih karena hamba belum sanggup melakukan apa-apa untuk merubah ketidakberdayaan itu.
Mohon limpahkan panjang umur dan kesehatan untuk Ibu, Bapak, dan saya agar bisa saya memberikan rasa bakti saya, walau tidak akan sanggup menebus besarnya cinta, kasih dan pengorbanan mereka. 
Beri hamba kesempatan untuk berbakti hingga akhir hayat Ibu-Bapak
Istajid du'aa Yaa Mujibassailin
Amiin Yaa Robbal alamiin..



salah satu foto bersama Abah, coba lihat senyum tulus di wajah mereka

READ MORE >>>