Pages

Thursday, January 2, 2014

Sepucuk Surat untuk Adikku Tersayang


Posting kali ini khusus saya tujukan untuk Adik Moming Tersayang

Assalamualaikum Adikku Sayang,
Senang dan bahagia yang tidak bisa diukur lagi besarnya saat mbak mendengar tangis syukur ibu karena Moming sudah berani mengambil langkah yang mulia. Langkah berani untuk mengakhiri kemelut hubungan beda agama yang hampir merampasmu dari pelukan kami dan menjerumuskanmu menyimpang jauh dari jalan Allah.

Mbak bangga, sekarang Moming sudah dewasa dan lebih bijaksana.

Maaf ya Sayang, mbak dulu sempat marah dan tidak ingin bicara lagi sama Moming.
Jujur itu karena kecewa. Kecewa sekali, adik yang paling mbak sayangi mempertaruhkan keyakinannya dan seketika berubah menjadi tak terkendali.
Padahal, mbak dulu iri sekali, karena Moming satu-satunya yang terlahir muslim di keluarga kita.

Mbak pernah mendengar sebuah "bisikan" bahwa Moming dulu marah ke ibu karena merasa "sedikit-sedikit mbak, selalu mbak, apa-apa mbak, dan ibu lebih dekat sama mbak", sehingga kabarnya Moming sempat pergi dari rumah juga "gara-gara mbak".
Benar tidaknya, mbak tidak mau ambil pusing, karena percuma mempersoalkan "bisikan" yang seringnya malah menyesatkan.

Moming,
Ini yang sebenarnya, ibu itu sayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang banget sama Moming.
Buktinya, dulu sejak kecil selalu digendong, diajak kemana-mana walau Moming waktu itu sudah umur 10 tahun. Tanpa sedetik pun lepas penjagaan padamu.
Bukan mbak tidak pernah diajak, tapi mbak sekolah dan hampir tidak pernah mau ikut kemanapun karena mbak lebih suka uthek sendiri di rumah.
Hingga akhirnya ibu terpaksa harus pergi meninggalkan kita yang sangat dicintainya demi tercukupinya kebutuhan dan kita tetap bisa sekolah. Itupun Ibu berpesan, "Adikmu dijaga ya Nduk, jangan dikasari".

Mbak dekat sama Ibu karena mbak harus jaga Moming dan mbak juga jauh lebih besar dibanding kamu sehingga sudah bisa diajak diskusi saat itu.
Bahkan saat Moming mulai dekat dengan "x" dan akhirnya melawan Ibu, mbak sebenarnya sudah sangat tidak rela, tapi Ibu tetap bilang, "Adikmu masih kecil, Nduk. Dia belum paham, dia emosi, jangan dikasar. Ibu yakin adikmu suatu saat akan kembali sama kita. Nggak mungkin Allah mengabaikan doa ibu selama ini" dan itu tidak sehari dua hari ya Ming, tapi bertahun-tahun.
Benar saja, setelah sekian tahun meyakini Mukjizat Doa, beberapa hari yang lalu Allah kabulkan, Allah kirim Moming pulang. Tapi sebenarnya skenario pengabulan Doa Ibu sudah berjalan sejak 7 bulan yang lalu, sejak Moming ditugaskan kembali di Malang.

Moming,
maaf jika selama ini mbak tidak menjagamu dengan baik.
Keterbatasan mbak untuk bisa mengatasi semua.
Di sekolah harus tetap berprestasi, merawat bapak yang sedang sakit dengan emosi jiwanya yang sedang tinggi-tingginya, semua pekerjaan rumah harus beres, dan Moming masih sangat kecil waktu itu.

Moming ingat lebaran kemarin?
Betapa mbak berusaha biasa saja saat Moming minta baju panjang untuk sholat Ied, padahal mbak sangat bahagia sehingga mbak rela menyiapkan semua keperluanmu untuk sholat Ied keesokan harinya karena sudah lama itu tidak terjadi.
Mbak dan Ibu menangis saat menyetrika baju yang akan kau kenakan. Menangis bahagia dan amat sangat bersyukur atas besarnya nikmat Allah.

Moming Sayang,
Jangan pernah malu karena pernah salah, tapi banggalah karena sanggup bangkit dan tegar berdiri.
Jangan pernah jengkel dengan penghinaan orang "suci" padamu, tapi tenanglah dalam doa agar tetap rendah hati dan sadar diri.
Jangan pernah kecewa kehilangan dunia yang pernah kau miliki, tapi bersyukurlah karena mungkin ada ketidak halalan disana dan Allah pasti menggantinya.

Tidak ada yang salah darimu, tidak ada yang sempurna atas kita, ini hanya proses kita mendewasa.
Tetaplah jadi Momingku yang ceria, sederhana dan apa adanya.
Semoga Allah senantiasa membimbingmu dan menjaga ketaatanmu.

Peluk cium dari mbak yang sangat tidak sempurna tetapi amat menyayangimu.
Love You, Momingku...

No comments:

Post a Comment