Dalam rangka memperingati hari ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember yang lalu, perusahaan tempat saya bekerja mengadakan acara kunjungan ke sebuah Panti Werdha di Karawang. Kunjungan ini diadakan pada tgl. 23 Desember 2013 dan siapa saja yang mendapat ijin dari atasan masing-masing, boleh menjadi partisipan.
Berhubung ini adalah kegiatan sosial dan acara seperti inilah yang saya minati, maka tanpa berpikir panjang saya langsung mendaftarkan diri, padahal biasanya saya paling malas mengikuti kegiatan yang diadakan perusahaan karena bukan kegiatan sosial. (--,)7
Sesampai disana, panti masih sepi, entahlah... mungkin para emak dan abah yang tinggal disitu masih mempersiapkan diri. Benar saja, setelah bantuan dari perusahaan diturunkan dan ditata, mereka baru datang satu per satu. Dan menyaksikan kedatangan mereka langsung membuat saya merasa miris, trenyuh. Bagaimana tidak, sekian banyak lansia berjalan tertatih, sebagian besar menggunakan tongkat penyangga dan itupun masih dibantu berpegangan tembok atau apapun yang bisa menyangga tubuh mereka.
Masing-masing berbekal minyak angin dan aromanya mengingatkan saya pada almarhumah Mbah Putri dan almarhum Mbah Kakung yang sangat kami rindukan (T-T), semoga Allah SWT berkenan melapangkan kuburnya, mengampunkan dosanya, dan membebaskan beliau dari hisab kuburnya.
Mereka datang dengan senyum tulus, tanpa dipaksakan. Senyum itu, senyum yang pasti dulunya selalu bisa menenangkan kekalutan hati orang-orang terkasihnya.
Kembali saya terperanjat hanya bisa mengucap "Astaghfirullah al adziim" dan air mata langsung menetes tanpa bisa ditahan lagi saat perwakilan pengurus yayasan menyampaikan kata sambutan yang di dalamnya beliau menjelaskan latar belakang keberadaan para emak-abah disana. Bahwa ada sebagian yang benar-benar tidak punya sanak saudara, dan sebagian yang lain memang anak-anak dan saudara-saudaranya tidak mau lagi merawat mereka. Yang diabaikan oleh keluarganya pun bisa sampai disana dengan bantuan para tetangga yang tidak tega melihat kondisi emak-abah yang sudah sepuh dan terabaikan bahkan mengalami kekerasan.
Bagaimana sanggup anak-anak emak-abah berlaku seperti itu.
Emak-abah yang menuntun saat mereka belajar berjalan, tapi kemana mereka saat emak-abah tertatih-tatih sudah kesulitan berjalan?
Emak-abah yang menggendong saat mereka rewel karena sakit, tapi kemana mereka kini saat emak-abah sakit terkulai hingga tak sanggup bangun dari tempat tidurnya?
Emak-abah yang mengusap air mata mereka saat mereka merasa sedih, tapi kemana mereka saat emak-abah menangis meratap karena merindu ?
Emak-abah yang memasakkan apapun yang mereka mau saat mereka merasa kurang enak badan, tapi kemana sekarang mereka saat emak-abah tidak nyaman merasakan perubahan kondisi badan?
Emak-abah yang menyuapkan makanan dan mengikuti kemanapun langkah berjalan saat mereka tidak nafsu makan, tapi kemana mereka saat emak-abah merasa demikian?
Emak-abah yang membersihkan kotoran mereka sedari kecil, tak membiarkan pakaian kotor menempel di badan mereka terlalu lama, tapi kemana mereka saat emak-abah tak sanggup lagi membersihkan badannya sendiri?
Emak-abah yang menjaga jangan sampai terluka pun hanya lecet biasa, mengobati lukanya saat terjatuh, bingung, panik, sedih, khawatir, pantaskah dibalas dengan perlakuan kasar saat mereka mulai rapuh?
Bahkan saat emak-abah meninggal pun mereka tidak peduli dan tidak mencari kemana makam orang tuanya.
Salah seorang emak berpesan pada saya,"Neng, nuhun ya atas kunjungannya. Emak doakan supaya Neng panjang umur, murah rejeki, diberkahkan pendamping yang salih agar bisa mendidik anak-anak menjadi anak yang taat, salih/salihah, dan berbakti sama orang tua. Emak sudah sepuh, tidak tahu berapa lama usia yang masih bisa dirasakan, semoga kita bisa jumpa lagi ya, Neng. Jangan lupa kesini lagi, emak senang sekali", tak sedikitpun ada hujatan untuk anak yang sudah menelantarkan mereka.
Yaa Rabb, sakit sekali hati ini menyaksikan itu.
Gusti Allah-ku, Begitu banyak cermin dan pelajaran kehidupan Engkau hadirkan untuk pengingatku,
Begitu banyak petunjuk yang Engkau datangkan untuk menuntun langkahku,
Sedih, selalu sedih, saat bisa membaca isyaratMu.
Sedih karena hamba belum sanggup melakukan apa-apa untuk merubah ketidakberdayaan itu.
Mohon limpahkan panjang umur dan kesehatan untuk Ibu, Bapak, dan saya agar bisa saya memberikan rasa bakti saya, walau tidak akan sanggup menebus besarnya cinta, kasih dan pengorbanan mereka.
Beri hamba kesempatan untuk berbakti hingga akhir hayat Ibu-Bapak
Istajid du'aa Yaa Mujibassailin
Amiin Yaa Robbal alamiin..
salah satu foto bersama Abah, coba lihat senyum tulus di wajah mereka |
Dear Dyah,
ReplyDeleteBener banget tulisannya....terasa dan bukan hanya menyentuh namun menampar hati ini..apalagi sy juga ikut saat kunjungan itu.
Alhamdulillah dengan ikut acara2 spt ini bisa mengasah "kepekaan sosial" kita.Bukan hanya kepada orangtua kita saja, namun kepada mereka yang membutuhkan.
Semoga Alloh senantiasa memelihara "kepekaan hati" ini sebagai wasilah untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Nya.Aamiin.
Dear P. Gus,
Deletenuhun atas commentnya. Semoga saja acara kemarin bukan hanya sekedar pencitraan dari sebagian pihak, tapi memang benar-benar muncul dari kepedulian dan cinta kasih.
Dan saya pribadi juga berharap, lebih sering diadakan acara seperti ini untuk recharge jiwa.
Semoga Allah mengabulkan semua doa tulus dari hati.
Amiin.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete