Gerbong 3 kursi 9A, tepat di samping jendela seperti permintaan saya pada petugas tiket saat pemesanan. Dari balik jendela yang retak, lamat-lamat memandang tulisan nama Stasiun Pasar Senen mulai menjauh, sorak sorai terdengar dari dalam hati. Bahwa sebentar lagi bertemu dengan keluarga, itu saja yang ada di benak saya. Dan ternyata efek hati yang bahagia itu super sekali saudara-saudara, baru tersadar jika saya sudah tidak terbatuk-batuk lagi walau demamnya masih ada.
Bibir ini sudah lepas kendali untuk bisa menahan senyum, remnya agak blong. Jadi untuk menutupinya, saya pura-pura sibuk mengalihkan pandangan dari jendela ke hp, dan sebaliknya. Khan sudah dianggap lumrah kalau orang lebih ekspresif saat berinteraksi dengan gadgetnya hahaha. Entah nangis, marah, senyum, ketawa, bahkan terpingkal-pingkal sendiri. So, saya aman dari anggapan kurang waras hahahaha.
Tidak perlu jauh-jauh ikut arung jeram, hiking, dan lain-lain seperti yang dulu biasa saya lakukan. Meninggalkan satu stasiun ke stasiun berikutnya, dan memandang tulisan nama stasiun mendekat dan menjauh, benar-benar menjadi satu sensasi tersendiri. Menempuh perjalanan seperti ini saja dengan segudang kerinduan yang membuncah, sudah amat sangat bisa memacu adrenalin.
Kalau saja teriak-teriak disini tidak ditegur karena mengganggu penumpang lain, pasti saya sudah melakukannya. "Tataaa Senen....Tataaa Jatinegara...Tataaa Kranji...Tataaa Cakung...Tataaa Bekasi...Tambun...Cikarang...Tataaa semuaaaa, pulang dulu yaaaaaa....!!!!!", begitu suara teriakan hati saya. Di mata ini sudah melekat wajah Ibu, Adik, Bapak, dan keponakan. Aaaaakkkkk........ Kangen banget seru-seruan dengan mereka.
Saking asyiknya menari kegirangan dalam pikiran, sampai-sampai terabaikan bagaimana kondisi kereta tambahan ini sebenarnya. Hingga akhirnya saat menuju stasiun Lemah Abang, tttrrrrraaaakkk...traaaakkk....traaktraaakk...tratak...tratak...trak..trak...trak...trak...bresssshhhh....
Hujjjjaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnn.................
Air hujan mulai merembes masuk dari celah-celah jendela dan lebih lancar lagi masuknya dari sisi jendela saya yang retak. Masuk merembes, turun...turun...turunnn.... daaaannn akhirnya sampai ke sambungan dinding dan lantai dan seketika terdengar teriakan dari bawah sana, "Kaaaabbboooooooooooooooooorrrrrrrrr ...Selamatkan diri.... Bawa perbekalan semampu kalian...lariiiiiiiiiiii.........."
Barikade kecoa mini langsung menyebar ke seluruh penjuru dinding kereta.
Saya terpana...mulut menganga...hanya bisa mengeluarkan kata dengan nada yang makin lama makin tinggi, "wa..wa..wa..waduuuuuuuhhhhhh...apa iniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.......????????", padahal sudah tahu itu kecoa, tapi masih tanya, bego banget khan ?!
Seorang remaja pria di depan saya yang otomatis juga berada di samping jendela batal kaget tetapi malah tertawa melihat dan mendengar pekikan tertahan dari mulut saya.
"hahaha wuih banyak banget ya mbak", katanya.
Sepasang suami istri di sampingnya juga tertawa geli dan menimpali, "wuih, ke tengah dulu mbak, toh orangnya masih belum ada"
Saya membalas tawa mereka dan kembali mengamati barikade kecoa mini di dinding. Sambil sedikit bergeser ke tengah kursi, saya berujar, "Tangan saya gatal kalau lihat beginian, bisa masuk-masuk ke tas kita semua ini. Paling tidak, di dinding kita ini aman". Sesaat kemudian wajah saya berubah menyeringai.
Jreng... jreng.. #ehh kurang serem ya ?! Jeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeennnnngggggg........*EvilSmile*. Auuummmm..., saatnya hobi membasmi disalurkan.
Sejurus kemudian, segumpal tissue sudah di tangan. Lhoh buat apa? Ya buat membasmi kecoa lah, khan tidak ada senjata lain. Dan tissue tersebut harus dibasahi, kalau tidak basah sasaran bisa kabur. #tips
Ambil saja air hujan yang merembes masuk lewat jendela.
Lalu....
Cyyyaaaatttttt....hyyaaatttt....cyatt...cyyaaaattt....cccyyyaaaattt... dan 13 di antaranya pada akhirnya terkapar tak bernyawa.
Lho katanya banyak? kok cuma 13? Nanya ya? nanya mulu sih, ya iya banyak, banyak yang kabur balik lagi ke celah atau tempat lain begitu sadar ada penyerangan lain.
Tanpa saya sadari, saya bergumam mengancam, "kabur sono lo, awas balik lagi, gue habisin lo kalo keluar lagi..!!!"
Sontak tiga orang di hadapan saya tertawa. Saya hanya meringis tersadar dari keasyikan saya berburu kecoa mini.
"Titip tas ya dek, mbak, mau cuci tangan dulu" ujar saya pada mereka sambil tertawa geli.
Sekembali dari toilet, saya menata posisi duduk saya lagi karena tadi sempat kembali beringas, huehuehue maaf khilaf. (>v<)
Sesekali melirik ke arah celah sambungan. Tidak ada yang keluar lagi, hanya sesekali mengintip. Mungkin mereka sedang mengatur ulang strategi migrasi basecamp agar lebih waspada terhadap serangan dadakan seperti yang saya lancarkan tadi. Tapi mungkin juga mereka sedang mengawasi gerak gerik saya. Whatever dech.
Lalu menebar pandangan ke seluruh penjuru gerbong. Baru tersadar dengan kondisinya yang seadanya. Terlintas di pikiran saya, ini gerbong sebelumnya disimpan dimana sih? Beberapa jendela retak terkena lemparan batu tanpa sempat diperbaiki, sambungan dinding dan lantai mulai renggang dan membentuk celah-celah berisi kecoa mini.
Dan keheningan kami berempat terpecahkan, sesuatu menyadarkan kami dari pikiran kami masing-masing. Kami berempat saling berpandangan, lalu... "kriet...kriet...krieet...jug-jes-jug-jes...kriet jug-jes.....kriet...jug-jes..."
Spontan saya berkomentar, "Yaa Allah, si anak gerbong kemana sih? kenapa si Aki Gerbong masih disuruh kerja juga?". Dan kami langsung terbahak-bahak.
Hoh indahnya naik kereta ekonomi ~(^v^)~
Nah tuh, yang masih berbaris di sepanjang celah dan sempat terabadikan, termasuk jempol kaki penumpang di depan saya #dooooohhhh (>,<")a |