Ngebut banget ya saya bikin postingnya, ya karena 24 jam itu penuh cerita. (^,^)v
Kali ini pingin banget membahas tentang kerukunan yang masuk level kritis menurut saya terutama di urusan agama.
Masing-masing pihak maunya menang sendiri, tapi entah apa yang diperebutkan. Satu pihak merasa lebih baik dari pihak lain, satunya merasa paling sempurna, lainnya merasa lebih benar, dan lainnya lagi merasa lebih besar.
Hampir di semua hal, apalagi kalau sudah menyangkut ke urusan agama, beuh... ujung-ujungnya pasti norak dech. Wis pokok'e, Senggol... Bacok... Padahal bukan masalah agamanya, tapi manusianya.
Bangsa besar ini jadi bangsa yang rapuh, mudah sekali diadu dengan pendangkalan-pendangkalan etika. Sadar ataupun tidak, itu akan mempercepat kehancuran.
Berawal dari pemandangan menyedihkan tersebut, maka saya pingin banget sharing tentang didikan Ibu saya yang sudah lama mau saya bagi pada sahabat sekalian. Ada pepatah bijak yang mengatakan, lebih mudah mencari kutu orang lain ketimbang kutu sendiri, nah alangkah lebih baiknya jika kita cari kutu sendiri dulu, perbaiki diri sendiri dulu sebelum menjadi manusia bermulut keji yang demennya mencaci maki.
Bijak kiranya jika kita tidak menjadi terlalu angkuh dengan merasa menjadi umat yang lebih baik dan kemudian menjadi terlalu sibuk mencari-cari keburukan umat lainnya. Jika merasa lebih baik, maka tunjukkan dengan prestasi, bukan dengan cemoohan, gunjingan, cacian, ejekan, dan sejenisnya.
Perbaiki amal ibadah, banyak mohon ampun atas khilaf diri, sehingga layak mengharap surgaNYA kelak.
Apa yang bisa dibanggakan jika sholat saja jarang, puasa tidak, zakat apalagi, dan ngaji juga sama sekali, haji hanya dijadikan hiasan dibalik kata gengsi.
Ke gereja tidak pernah, paham isi bible pun tidak, boro-boro berbagi kasih dengan sesama lha wong pelitnya tingkat dewa, hanya pamer status sosial saat perayaan hari raya tiba.
Begitu pula dengan penganut agama lain. (nanti terlalu panjang kalau saja jabarkan juga mwehehe)
Lalu yang mana yang bisa dibanggakan dari yang lainnya?
Bukan jadi penyelamat kita kelak di akhirat jika agama hanya sebatas pelengkap data KTP.
Seingat saya dulu di pelajaran Agama dan PPKN, ada bab yang mengajarkan saling menghargai dan menghormati. Jadi apa manfaatnya saling mencaci? (semoga saat pelajaran itu berlangsung semua memperhatikan, tidak ada yang ketiduran, izin ke toilet, dll)
Didikan Ibu saya tercinta :
Silahkan bersahabat dengan siapapun sebatas saling menghormati keyakinan masing-masing, tidak mencampur adukkan ajaran satu sama lain, dan pertemanan itu membawa manfaat.
Kami menunaikan perintah agama kami, dan jangan ikut campur, karena kami tidak pernah ikut campur dalam urusan agama kalian. Bagiku agamaku dan bagimu agamamu.
Karenanya saya bersahabat dengan siapapun yang tulus, dari etnis manapun, dan dari agama apapun. Bahkan persahabatan itu bukan yang hanya setahun atau dua tahun berlalu, tetapi sudah belasan tahun terjalin.
See, rukun itu indah, damai, dan bahagia.
No comments:
Post a Comment