Pages

Saturday, September 14, 2013

Jika Cemburumu Keliru




Binar : "Ria, minggu kemarin kamu jadi ke Yayasan Dhuafa itu khan?"
Ceria : " Ah iya Bin, aku lihat prospek yang belum maksimal pemanfaatannya untuk mendukung kelangsungan yayasan itu. Aku belum menggali seluruhnya tentang apa yang belum tepat sama yayasan itu. Sejauh ini sih, aku cuma langsung publish saja ke teman-teman yang nitip amanah untuk diintipin lokasi yayasannya."
Binar : "Kayaknya seru banget ya kamu, sampai-sampai nggak sadar ada yng salah paham dengan kedatanganmu ke sana."
Ceria : "Astaghfirullah al adziim, maksudmu Bin?" (*LangsungSyok*)
Binar : " Iya jadi gini, kamu sempat ketemu sama pengurus disana khan? Nah, ada seorang pengurus aktif di sana yang istrinya adalah temannya teman sekantorku, ribet ya?! Dia salah paham, dikiranya kamu ke sana itu ada maksud sama suaminya, ngapain juga jauh-jauh ke sana kalau nggak ada maksudnya, ngobrol lama banget lagi sama suaminya. Dibela-belain nembus kemacetan demi sampai ke yayasan itu. Gitu deh kurang lebihnya curhatan si istri itu ke temanku."
Ceria : "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Beliau to?! Ya aku ngobrol karena beliau pengumpul dananya. Khan aku juga butuh nanya ini itu dan lain-lainnya, masa iya sih mau bantuin galang dana tapi nggak tahu apa-apa. Ya nggak lucu kali kalau aku melongo doang pas ada orang nanya seputar yayasan itu. Lagi ini juga amanah dari teman-teman pengajian."
Binar : "Udah biarin aja, emang dia lagi korslet itu si Nyonya'nya, katanya sich masih memendam amarah dan dendam karena suaminya pernah ketahuan selingkuh sama banyak perempuan. Jadi dia kayak yang masih belum bisa maafin gitu, secara dia emang tipe orang yang super duper possesif, gaya hidupnya kelampau tinggi, minta apa-apa harus saat itu juga dikasih. Suaminya aja ditekan terus sampai kepojok banget dech kayaknya, sering sakit ini sekarang, nggak fokus sama kerjaan karena digangguin sama istrinya, sepanjang hari ditelponin."
Ceria : "Naudzubillahi min dzalik. Bukannya apa-apa ya Bin, tapi kok ya niat baik disalah artikan kayak gitu. Demi Allah aku ke sana niatku tulus buat anak-anak yayasan, buat masa depan mereka. Aku masih waras kok untuk nggak demen sama suami orang. Andaikata tuduhan beliau tentang suaminya yang selingkuh itu benar, ya aku paham sakit hatinya, tapi kalau toh dia berpegang keyakinan bahwa apapun di dunia ini tidak satupun yang benar-benar miliknya, bahkan daki di kulitnya sekalipun, Insya Allah dia akan ikhlas. Kalau begini aku jadi nggak enak untuk nerusin, sebaik apapun niatku pasti akan disalah artikan. Aku hanya berani bantu mereka lewat publish untuk penyaluran dana saja, nggak berani melanjutkan lebih jauh. Toh sebenarnya wilayah mereka potensi banget kok. Wallahua'lam dech, kalau memang rizqinya anak-anak itu, pasti nggak akan lari kemana."
Binar : "Iya, aku ngerti kamu banget kok, Ria. Udah nggak usah dibawa berat di pikiran. Cukup jadi pelajaran dan pengingat buat kita semua saja."
Ceria : "Siap Sahabatku, Insya Allah. Semoga Allah memberikan ketenangan jiwa buat beliau berdua. Kasihan jadinya."

===***===

Sepenggal dialog di atas sebagai salah satu contoh praktik cemburu yang salah alamat. Seseorang yang terbakar cemburu karena perselingkuhan yang pernah dilakukan oleh pasangannya dan kurang bisa memaknai ujian dalam hidupnya tersebut, biasanya cenderung untuk ngawur dalam menandai korbannya.
Karena merasa sudah pernah dikesampingkan, sehingga ia selalu merasa pada posisi terancam. Siapapun yang berada di dekat pasangannya, entah baik buruk tujuannya, sudah pasti masuk pada kriteria buruk dalam pemikirannya.
Anggap saja sebuah robot yang ter-install untuk mengenali kriteria tertentu, dan kemudian secara otomatis menandai obyek dengan label "ENEMY" dan melakukan eksekusi, "DESTROY".
Ia merasa paling benar sendiri sehingga merasa berhak untuk melakukan apapun untuk membuat salah satu pihak merasa amat sangat berdosa.
Apa yang didapati dengan melakukan hal itu?
Bisa jadi pihak yang merasa tertekan merasa bosan dengan tekanan, menjadi putus asa dan memutuskan untuk pergi saja dengan selingkuhannya (toh itu mungkin lebih menyenangkan dan menenangkan) atau bahkan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Naudzubillah bukan?!
Apalagi sampai membawa pihak lain, seperti yang menimpa Ceria. Dosa fitnah tanpa disadari sudah langsung menempel sebagai bonus.
Efek lain juga menimpa yayasan, yang seharusnya bisa mendapat celah untuk bernafas, saat itu juga kehilangan satu celah walaupun sempit. Memang rizqi sudah Allah atur, tapi kita juga diwajibkan untuk ikhtiar dengan cara yang dihalalkanNYA.

Apa dengan mengintimidasi seperti itu, semua masalah dalam keluarga itu selesai? Ataukah malah semakin runyam?
Bisa diibaratkan jika seseorang dengan badan yang penuh luka dan berdarah, masuk ke kubangan air asam yang pasti akan membuat lukanya semakin perih, tapi memilih untuk tetap berenang di dalamnya dengan segala rasa sakit yang semakin menambah penderitaan, padahal sebenarnya dia bisa memilih untuk mencoba merangkak keluar entah bagaimanapun caranya dan menyembuhkan lukanya. Pada akhirnya dia hanya akan menyadari bahwa dirinya semakin lemah dan akhirnya sirna dalam kesia-siaan.

Cemburu itu juga soal nafsu, tinggal bisa tidaknya kita mengendalikan rasa cemburu itu.
Cemburu itu perlu, tapi tidak dibutuhkan selalu.
Apa pentingnya cemburu jika itu makin menyiksa batinmu?
Apa pentingnya cemburu jika itu malah membuang waktumu hanya untuk mengawasi pasanganmu?
Apa pentingnya cemburu jika itu akan menghalangi gerak pasanganmu dalam mencari rizqi untukmu?
Apa pentingnya cemburu jika itu akan menjadikan pasanganmu sangat tidak berbahagia dengan kehadiranmu?

Menggenggam titipan Allah itu ibarat menggenggam pasir panas yang nyalanya abadi.
Jika terlalu keras, maka tanganlah yang menjadi korbannya, melepuh, terluka, bahkan takkan sanggup menggenggam lagi.
Jika terlalu longgar, maka dia akan menyerobot keluar melalui celah-celah jemari dan tercecer. Mungkin kembali, tapi takkan lengkap dan sempurna lagi.
Genggamlah dengan lembut, resapi rasa panasnya yang menyakitkan dengan keteduhan jiwa, niscaya yang tersisa adalah sekumpulan pasir yang bersinar indah dalam genggaman.

Tak ada satu hal pun di dunia ini yang mutlak dapat kita miliki, kapan diberi kesempatan untuk meminjam dan kapan saatnya mengembalikan adalah sepenuhnya hak Allah.

Semoga bermanfaat, and be wise (^.^)

No comments:

Post a Comment