Pages

Saturday, September 14, 2013

Ora Ilok a.k.a Pamali



Assalamu’alaikum wr wb..

Yang akan saya ulas kali ini mungkin agak aneh ya? So, baca sampai akhir ya biar g aneh lagi (^ʊ^*).

Berangkat dari keprihatinan dan kepedulian saya atas keluhan dari orang tua sahabat-sahabat saya maupun orang tua saya sendiri terhadap cara didik kebanyakan orang tua modern jaman sekarang yang akhirnya membentuk pola pikir anak-anak yang agak kurang sesuai dengan tata krama yg jaman dahulu merupakan hal yang amat sangat penting untuk diajarkan sejak dini, maka terlahirlah postingan ini. #Ehh.

Beberapa orang tua modern yg menghilangkan kata “ora ilok a.k.a pamali” dalam didikannya mungkin akan tidak setuju dengan pendapat saya, and it’s all up to you. Saya hanya berbagi sedikit tips bagaimana cara mempertahankan cara mendidik anda tanpa harus menyakiti penganut didikan kuno yang tak lain dan tak bukan adalah Para Pinisepuh. #Ehh.

“Kalau anak jaman dulu udah dibilangin orang tuanya ora ilok ya wis ndak berani, lhah bocah jaman sekarang kalau dikasih tahu suka mbantah aja, kalau sudah kuwalat (kena batunya*) baru nyesel ndak bisa ditebus dia”

(^-^)a...kurang lebih seperti itulah sejurus omelan yang sering saya dengar. Saya utak atik pernyataan ini demi mencari sebuah jawaban dengan mengamati orang tua saya sendiri. #Ehh (>,<#) Lhoh kok??!. Yup, karena orang tua saya termasuk pendidik dengan cara ini. Daaannn, Yaaayyy....dapat jawabannya...meskipun lama, karena tidak berani bertanya dan andaipun bertanya, pasti  jawaban dari orang tua saya adalah, “udah kalau orang tua bilang ndak boleh ya jangan ngeyel”. Hwahahaha

Baiklah, mari kita mulai. Kenapa orang tua jaman dulu selalu mendidik anaknya dengan menggunakan embel-embel kata “ORA ILOK ATAU PAMALI” dan selalu dikaitkan dengan hal-hal yang menakutkan?

Sederhana, krn anak kecil belum paham penjelasan, yang mereka tahu hanya boleh dan tidak boleh. Bahwa jika tidak nurut maka jadi teman setan dan setan itu amat sangat menakutkan, sebaliknya bahwa jika nurut maka dapat hadiah permen .......... sebutir.  #Aihh, imut banget ya (*¬ ˽¬)

Ambil contoh kalau makan sambil tidur, nanti keluar tanduknya atau bahkan ada yg bilang bakalan jadi ular.
Pernah dengar?
Coba kalau dijelaskan bahwa proses pencernaan yang terjadi tidak akan sempurna, asam lambung naik, akan ada sensasi terbakar, frozenliver dan lainnya, apakah anak akan mengerti dan paham? Yang pasti akan timbul pertanyaan berikut:
- Pencernaan itu apa Ma?
- Proses itu apa?
- Asam lambung? Naik? Kebakar? Aku kok g kerasa ya? Ada api Ma?
- Pozenlipel apa tadi?

Woiyoooo panjang khan, bisa jadi para ibu lupa gorengan tempenya, telat nyuci baju, tidak sempat jemur cucian sudah hujan, dsb dsb. Jika pertanyaan tersebut dihibahkan kepada para Bapak, besar kemungkinan mereka akan terlambat terus berangkat kerja, lupa nyuci mobil, lalai cukur jenggot dan cs-2nya. (*lebay yayay*)

Atau pertanyaan yang sering diajukan kepada ulama-ulama dlm byk kesempatan, jika rambut akhwat rontok, maka harus dikumpulkan, dicuci, dan dikubur karena nanti setiap mili bagian tubuh kita akan menjadi saksi.
Apakah benar seperti itu?
Jika dijawab dengan dalil, memang  tidak akan ada yg mendasari aturan tersebut. Tetapi akan coba saya bantu menjabarkannya.

Rambut yg rontok akan tercecer dimana-mana, berserakan, pasti akan memberi kesan jorok serta kotor.
Pada masa dulu bahkan mungkin masih terjadi saat ini, hal-hal syirik berbau mistis masih kental berbaur dalam kehidupan masyarakat, dan rambut dipercaya sebagai salah satu media untuk mengirimkan hal jahat kepada pemiliknya.
    Note : Terlepas dari benar atau tidaknya, karena setiap kejadian pasti berlaku atas izin Allah dengan tujuan untuk mendidik atau menguji keimanan dan ketaqwaan umatNya, wallahua’lam.

Lagi jika hal tersebut menimpa seorang ahli masak atau petugas dapur keluarga alias ibu, lalu masuk ke masakannya, tegakah untuk memakannya? Coba dijelaskan yang sebenarnya, pasti ndak akan nurut dan pasti nuntut “Mana buktinya?”

Nah larangan-larangan sederhana untuk mendidik anak tersebut, sekarang ini pasti sudah banyak ditinggalkan. Disebut kolot, udik, g jelas, g ada dalil, dll. Bijakkah orang tua mengatakan hal tersebut sebelum mengkaji penyebabnya. Jangan seperti kacang lupa kulitnya, gak ada yang tua pasti juga gak akan ada yang muda.

Alangkah baiknya jika kita ikuti saja apa kata mereka, selama itu tidak merugikan kita dan tidak melenceng ke arah syirik.
Semua aturan kuno itu bisa dilogikakan dan punya tujuan mulia untuk mengajarkan tata krama, tinggal kita yang lebih berusaha berpikir untuk menjabarkannya.

Dengan menjadi penurut, pasti orang tua juga akan senang bahkan bangga. Suasana keluarga juga rukun, damai, jauh dari perang dingin seperti yang lazim kita lihat saat ini. Seolah-olah di depan rumah sudah terpancang spanduk besar bertuliskan “Saksikan pertandingan Semi Final antara Menantu vs Mertua, jadilah saksi sejarah perebutan gelar kejuaraan ini! ”.#Dooooooohhhhh. Menyenangkan orang tua itu berpahala kok, coba saja tanyakan pada para ulama. Tidak akan ada yang memperbolehkan berkata kasar pada orang tua, apalagi berperilaku menyakitkan mereka. Jangan berkata-kata yang membuat mereka kecewa.

Orang Jawa bilang “ojo marai gelane wong tuwo(-jangan membuat orang tua kecewa)” dan pasti diikuti dua suku kata “Ora Ilok !”. Ghagagagag..
“Ojo nganti wong tuwo ki kewetu omong (-jangan sampai orang tua mengeluarkan omongan/kutukan)”.
Serem khan, masih ada yang mau?

Doa orang tua itu manjur, ridho orang tua jadi alasan ridho Allah. Ini juga yang menurut saya menjadi alasan larangan mereka berbuah kenyataan, even itu jelek. Karena sebab dilarang memang untuk menghindarkan dari keburukan, betul apa betul?

 Ini kalimat sakti yang biasa saya pakai ke keponakan dan ke anak siapapun saat ortunya kewalahan ngasih penjelasan, dan mungkin bisa Sahabat gunakan saat anak-anak belum waktunya mendapat penjelasan, “Nak, turuti saja dulu Ibu (/Mama/Bunda/Mommy/Umi/Tante), belum waktunya dijelaskan karena pasti ndak akan ngerti, suatu saat ada dan pasti tiba waktunya Ibu menjelaskan padamu.”

Be Wise dan tegaslah, ciptakan generasi yang mengerti dan menjalankan tata krama yang baik karena aturan-aturan tadi juga ditujukan untuk mendidik tata krama. Tata krama hubungannya sangat dekat sekali dengan rasa malu. Sebagaimana sering kita dengar, pakaian muslim dan muslimah adalah malunya. Kalau sudah tidak punya tata krama, maka bisa disama artikan dengan sudah tidak tahu malu.

Beberapa contoh Ora Ilok dengan penjabarannya saya lampirkan pada postingan terpisah ya, coba klik disini. Bila ada pertanyaan yang perlu disampaikan seputar hal ini, sila email saya atau follow twitter baru saya di @dyayuningrum (twitter yg lama sudah tidak dipakai lagi). Insya Allah atas izinNya akan saya coba menjawab.

Jazakumullah khairan katsiiran.

Wassalamualaikum wr wb.

No comments:

Post a Comment